Senin, 16 November 2015

Underneath The Stars (Prolog)


Tittle: Underneath The Stars (Prolog)
Author: dongwoonsbride
Published: Oct 22, 2015
Genre: gay romance, friendship, angst 
Cast: Jimin, Yoongi, Taehyung
Lenght: ~ 247 words
Based on my true story

Entah kapan Jimin mulai mengenal Yoongi. Mungkin karena dulu Yoongi tidak begitu spesial bagi Jimin. Salah satu yang Jimin ingat, Yoongi selalu di sana saat Jimin sedang berdua bersama Taehyung, kekasihnya saat itu. Yoongi adalah salah seorang sahabat dari Taehyung. Yoongi selalu mengutamakan Jimin meskipun Jimin selalu mengutamakan Taehyung. Di suatu jamuan di malam yang hangat di mana mereka bisa melihat bintang di langit, Yoongi memastikan Jimin nyaman, dan duduk di sampingnya, sementara Jimin menggenggam tangan orang lain. Yoongi tidak pernah menyakiti sahabatnya, memberi Jimin waktu jika dia sedang ingin sendiri, dan menyiapkan pundak jika Jimin ingin bersandar. Dia mengagumi Jimin, mengekor setiap kepositifan Jimin, bahkan melampauinya. Tidak peduli seberapa pun Jimin mencibirnya, Yoongi selalu konsisten pada prinsipnya. Namun tidak seluruh bagian dari seorang manusia adalah positif. Seperti saat ini, mungkin Yoongi mulai jengah, dia meniru semua yang ada pada diri Jimin, termasuk kenegatifannya. Jimin terlampau angkuh, keji, tanpa ampun, terhadap rasa cinta pada orang yang dia nilai rendah. Jimin mulai mencintai Yoongi. Hal yang tabu bagi seluruh gabungan etika hati, pikiran, maupun jasadnya. Karena itu Jimin kelu, dingin, acuh, dan menghempaskan Yoongi begitu saja. Tidak seluruh bagian dari Yoongi yang sanggup menerima itu. Lebih buruk lagi, Jimin menyiksa dirinya sendiri, akibat bertahan pada pilihan untuk merajakan rasa gengsinya. Mungkin cinta tidak akan mempersatukan keduanya, kecuali Jimin mau mengalah. Datang merajuk pada Yoongi, meluluhlantakkan keangkuhannya untuk sekedar datang dan tersenyum kembali pada Yoongi. Yoongi menunggu hari yang ajaib itu datang, persis seperti yang Jimin juga sedang lakukan.

Steak


Title: Steak 
Author: dongwoonsbride
2nd Published: Jun 3, 2015 
Genre: violence, canibal
Characters: Yoongi, Jimin, Aku 
Length: ~ 300 words 


"Ayo makan malam biar cepat sembuh", Yoongi menarik lenganku, memaksa tubuhku beranjak dari meja kerja di kamar kami. 

"Aku memasakkan makan malam untukmu. Habiskan walau tidak seenak masakan Jin", dia memaksaku duduk sebelum mengambil tempat duduknya sendiri di seberangku. 

Aku membuka tudung sajinya. Steak. 

"Steak?", aku baru tau Yoongi bisa memasak steak. 

Jujur saja ini terlihat menggiurkan. Aromanya membuatku ingin segera melahapnya. Kuraih pisau dan garpu, kutancapkan dan kuiris daging merah kecoklatan itu. Rasanya familiar saat bersentuhan dengan lidahku. Lagi dan lagi, aku lupa kalau aku sedang sakit. Ini seperti bercinta, nafsu makanku menggebu. Yoongi hebat. 

"Sayang, ini sangat enak.. Kau dapat resepnya dari Jin?", aku seakan pulih, antusias akan masakan kekasihku. 

"Enak kan.. Itu daging Jimin. Sisanya masih kusimpan di lemari es. Darahnya sudah kutampung di bathtub. Kita bisa mandi bersama setelah kau selesai makan", Yoongi menjelaskan tanpa memandangku, menyibukkan dirinya dengan hidangannya sendiri. 

Aku kelu. Bergidik memandanginya memasukkan potongan-potongan daging Jimin ke mulutnya, seperti yang kulakukan beberapa detik yang lalu. Aku ingin muntah, tentu tidak di sini, tapi aku terlalu takut untuk pergi ke wastafel di kamar mandi kami. 

"Kenapa berhenti? Ayo habiskan", dia peras potongan kecil jeruk nipis ke atas steaknya, menancapkan garpunya, mengiris-irisnya, lalu menyuapi mulutnya sendiri dengan potongan kecil daging Jimin. 

Aku melakukan hal yang sama. Kini rasanya anyir. Geligiku gemetar mengunyahnnya. Fili-fili lidahku enggan membantunya masuk ke kerongkonganku. Tubuhku berontak, kembali sakit, kali ini lebih parah. Tapi aku harus bertahan, jika tidak ingin berakhir seperti Jimin. Suapan demi suapan terasa seperti penyiksaan, dengan pandanganku tertuju pada lemari es kami di belakang Yoongi, pintunya sedikit terbuka, darah menetes dari sela-selanya, aku terus mengunyah. 

"Kalau kau tidak suka, besok aku akan mengganti menu kita dengan daging Hoseok, atau daging Taehyung, atau siapapun yang pernah kau cumbui", Yoongi menyeka bibirnya dengan serbet makan, menyudahi makan malamnya yang terlihat mengenyangkan.

Kissing A Fairy


Title: Kissing A Fairy 
Author: dongwoonsbride 
2nd Published: Jun 3, 2015 
Genre: fantasy, romance 
Characters: Hoseok, Yoongi, Aku 
Length: ~ 310 words 


"Kau kenapa?!", Hoseok menyusulku dan menarik lenganku membuat tubuhku terhuyung ke arahnya. 

"Hoseok, hentikan..", terlambat, dia mendaratkan telapak tangannya di keningku. 

"Eh? Hahaha si workaholic panas! Kamu manusia juga..", dia meledekku karena aku demam, bagus sekali, menambah kekesalanku hari ini. Aku benci sakit. Aku benci diciptakan sebagai manusia yang lemah. Aku ingin jadi peri saja. 

"Kupikir tadinya kau peri", Hoseok mengamatiku dari ujung kepala ke ujung kaki, meledekku lagi. 

"Hoseok, hentikan, aku harus pulang, Yoongi sudah menjemputku", aku berusaha menyingkir dari blokadenya. 

"Manusia berpacaran dengan kurcaci", Hoseok menyingkir dari hadapanku.Aku berbalik mengejarnya, menghempaskan tubuhnya ke dinding lorong kelas yang sudah temaram dan sepi. 

"Sekali lagi kau hina Yoongi, aku akan membunuhmu", aku mencengkeram kerahnya.Dia terkekeh, lalu melingkarkan tangannya di pinggangku. 

"Kau mau membunuhku?? Sungguh?? Aku peri, aku punya 7 nyawa, aku bisa self healing, kau cuma manusia. Kau mengancamku?? Bagaimana kalau kugigit lehermu agar menjadi peri sepertiku juga", Hoseok berseringai. Dia mempererat lilitan tangannya di pinggangku. Sekarang aku yang terjebak dalam pelukannya. 

"Hoseok.. Lepaskan.. Aku tidak bisa bernafas..", aku berusaha melepaskan jeratannya. 

"Hehehe, cium aku dulu, baru aku lepaskan", Hoseok tidak sedikitpun melonggarkan pelukannya. 

'Cup', aku mengecupnya di pipi kanannya. Terpaksa, aku ingin ini cepat berakhir. 

"Bukan di situ..", dia mendekatkan bibirnya padaku, aku memundurkan wajahku. 

Tiba-tiba dia merubah posisi kami, memojokkanku ke dinding, dan menciumku. Ciuman yang sempurna sekali. Hoseok is a good kisser. Tentu saja, dia seorang peri, klan yang tahtanya lebih tinggi dari pada aku, dengan fisik dan kemampuan yang lebih sempurna. Bibirnya tipis dan hidungnya mancung. Lidahnya yang sama sempurnanya dengan bagian tubuhnya yang lain kini menari-nari di dalam mulutku. 

"Mmph.. ", dia mendesah memperdalam ciumannya dan meremas dadaku. 

Aku mendorongnya, "Hoseok kau , hentikan". 

"Ah sial, aku ingin denganmu", dia menjatuhkan kepalannya ke dinding di sebelah tubuhku. 

"Peri bisa jadi manusia kalau bersetubuh dengan manusia", aku menyeringai dan berlalu darinya. 

"Aku mau jadi manusia kok! Hei! Aku mau!", aku mengacuhkannya, membawa diriku menuju Yoongi yang sudah menungguku sejak tadi di depan gerbang sekolah. 

Caramel Melt




Title: Caramel Melt 
Author: dongwoonsbride
2nd Published: Jun 3, 2015 
Genre: fluff, mature 
Characters: Yoongi, Hoseok, Aku 
Length: ~ 485 words 


"Come on, don't be childish", Yoongi memeluk boneka kuda nil putih besar yang kudorongkan kasar padanya lalu melemparkannya ke sofa. 

Mataku sedikit sembab, hanya sedikit, aku tidak bisa menangis, tapi amarah membludak di dadaku. Aku merasa konyol baru mengetahui dengan siapa selama ini aku hidup. Kupikir Yoongi adalah seorang produser musik bertalenta yang lagunya banyak diminati penyanyi muda yang baru memasuki masa pubertasnya. Ternyata dia hanyalah atlet basket nasional yang gagal bermain di liga karena terlibat perkelahian memperebutkan seorang wanita dengan rekan setimnya yang kemudian banting setir, entah bagaimana ceritanya, ke bidang musik. Pria ini, yang selama ini berbagi atap sampai berbagi bathtub denganku selama 3 tahun, kini dia ada di mana pun, di koran, di TV, di internet, di mana pun, karena si rival baru saja menceritakan dengan gamblang pada media siapa mereka sebenarnya. Aku muak, aku benci basket, aku benci pria yang kasar, aku benci popularitas, aku benci masa lalu. Ya. Aku benci masa lalu. Bagaimana jika wanita itu datang lagi? Tidak, bagaimana jika sebenarnya wanita itu tidak pernah ke mana-mana, tetap di hati Yoongi selama ini? Ini buruk. Jadi aku memilih untuk meninggalkan Yoongi. 

"Kau mau ke mana? Ini rumahmu, aku yang menumpang tinggal di sini... Tunggulah sampai laguku terjual lagi, aku akan melunasi cicilannya dan menikahimu", kali ini Yoongi melunakkan suaranya. Dia berusaha meraih lenganku dan mengajakku duduk, tapi aku menampiknya. 

"Aku mau menumpang di rumah Hoseok dulu, aku perlu meredam emosiku-", aku menjawab dengan nada datar, berusaha tidak memperpanjang pertengkaran kami, tapi dia memotong kalimatku lagi. 

"Nice!, dasar jalang!", dia menaikkan suaranya lagi lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa di samping boneka kuda nil putih besar. 

Aku meliriknya, menghentikan kegiatan berkemasku, dan menghampirinya dengan berkacak pinggang, "Apa kau bilang?!". 

"Aku menjual laguku pada band Hoseok, dan lihat! dia dapat bonus meniduri pacarku", Yoongi menatapku sinis tanpa berganti posisi dari duduknya. 

'Plak', mendaratlah tangan kananku di pipinya. 

"Hoseok tidak pernah di rumahnya saat weekend, dia selalu tur. Lagipula ini bukan tentang aku dan Hoseok", ucapku sembari meraih jaketku dan mulai memakainya membelakanginya. 

"Ok. Kau tau aku tidak akan mempertahankanmu jika kau mau pergi", dia masih bisa bicara, mungkin tamparanku tidak terlalu sakit, padahal tanganku terasa panas. Aku berbalik, menghentakkan sebelah kakiku. 

"Yoongiii!", aku merajuk, merengek, aku menangis, dia selalu begitu, dia selalu bisa membuatku luluh justru dengan sikap acuhnya. 

"Sini, sayang..", Yoongi menarikku duduk di hadapannya, dan melepas jaket yang baru kupakai. 

"Itu cuma masa lalu..", Yoongi menyibak poniku, memberi eyesmile yang disusul pameran gigi dan gusinya. Persetan dengan wanita itu. Aku luluh. 

"Cium aku", katanya. Aku mengecup bibir tipisnya yang dimonyongkan. Tangan kirinya meraba leherku, memaksanya memberi ciuman yang lebih hangat. Sementara tangan kanannya menggerayangi pinggangku, menyelinap melalui tank top ku. Raabaan tangannya semakin ke atas lalu 'tik' dibukanya pengait bra bercup D ku. Kuhentikan ciuman kami. Aku memandanginya, dia tersenyum. 

"Kau mau sex sebelum ke rumah Hoseok?", katanya sambil mengerling. 

"Aku tidak jadi ke rumah Hoseok...", aku merajuk lalu menciumnya lagi.

Ride



Title: Ride 
Author: dongwoonsbride
2nd Published: Jun 3, 2015 
Genre: mature 
Characters: Suga, Aku 
Length: ~ 392 words 


Suga menyusup ke dalam selimutku tanpa suara. Jemarinya yang dingin merayap di pinggangku. Aku sudah setengah tidur dengan hanya berbalut lingerie meringkuk dalam selimutku. Tingkah Suga tentu saja memaksaku untuk bangkit kembali menuju alam sadarku. Jemarinya merayap ke bagian atas tubuhku, membuat remasan di salah satu gumpalan di sana. 

"Suga, aku capek", aku menahan tangannya untuk tidak meremasku lagi dan berujar sambil tetap memejamkan mata. Suga membenamkan kepalanya semakin dalam ke leherku, membuat rasa sedikit ngilu melanda tengkukku. 

"Suga..", aku meringsut, membuat jarak antara leherku dan kepalanya agar aku tidak mendengar lagi dengus nafasnya yang hangat. 

Suga menyentuhkan indera pengecapnya ke leherku lalu membuat cubitan kecil di sana dengan geliginya. Aku sangat enggan membuka mataku, tapi Suga sangat memancingku untuk marah. Aku risih dan hendak menyentaknya, tapi yang keluar dari mulutku selanjutnya hanya lenguhan, 

"Ohh~ Suga..". Aku melek, berusaha untuk lepas dari lenanya. 

"Suga, hentikan, aku capek, sayang, aku mau tidur", aku mendorong tubuhnya menjauh dariku. Suga menyerah, dia mengganti posisi tidurnya menghadap kanan, membelakangiku. Eh, dia menyerah, secepat itukah? Apa dia juga sedang capek? 

Aku menarik selimutku ke batas leher dan kembali meringkuk ke posisi semula. Mataku tidak kupejamkan. Aku ingin lebih. Brengsek, kekasihku ini berhasil membuatku . 

Aku berbalik mendekatkan tubuhku pada Suga, melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku bisa mencium aroma manis parfumnya menempel di kaos merahnya. Tumben dia pakai warna merah. 

Kususupkan tanganku ke dalam kaosnya, meraba absnya yang nyaris tidak bertekstur. Suga hanya diam. 

Aku turunkan rabaanku ke bawah, oh, sesuatu menonjol keluar dari boxernya. Aku meremasnya 1 kali lalu dia menyingkirkan tanganku dari sana. 

"Sayang, aku capek", ujarnya ketus. 

Ah, sialan, bukankah dia yang memulainya. Aku bangkit, menyingkirkan selimut dari tubuhku, membalikkan tubuhnya, kemudian duduk di atasnya. 

"Suga!", aku mencengkram kaos merahnya. 

"Apa?", Suga bertanya dengan nada datar. 

Kami saling pandang dalam diam. Wajah bareface dan kulit putihnya yang pucat sangat kontras dengan kaos merah yang dia kenakan. Aku tertegun. Dia juga terlihat sangat menggairahkan dalam balutan warna merah. 

"Apanya yang capek...? woman on top, hah", ucapan yang datar namun diakhiri dengan gusi yang dipertontonkan padaku. 

Sial, aku kena jebakannya. Kusingkirkan tubuhku dari atas tubuhnya, melucuti lingerieku dan boxernya, lalu kembali ke posisi semula. Kugenggam dan kuarahkan miliknya pada milikku dan kutatap dia sembari mengirimkan telepati pertanyaan 'boleh?' hanya dengan isyarat pandangan. 

Seolah mengerti, dia hanya bergumam, "he'em".

My Best 17 Oppa



Title: My Best 17 Oppa
Author: dongwoonsbride
2nd Published: Jun 3, 2015
Genre: mature
Characters: Jungkook, Aku
Length: ~ 195 words


"Jungkook, oppa..", aku berbisik sambil meremas rambut dari bawah tengkuknya dan mempertahankan irama duduk naik turun tubuhku di atas tubuhnya.

Dia menatapku sendu, mengucapkan, "Sudah kubilang jangan memanggilku 'oppa', noona..", lalu melumat bibirku lembut.

Kejantanannya masih dalam rengkuhan lorong masuk rahimku. Hangat dan penuh.

Kulepaskan ciumannya, "Oppa, sangat sexy, hamili aku, Oppa..".

Kuamati dagunya, lehernya, pundaknya, dari dekat nampak sangat perkasa, mengkilat dibasahi keringatnya. Apakah ilegal jika aku mencicipi tubuh bocah 17 tahun ini. Ah, jika mencicipi saja sudah ilegal, jadi ini apa. Dia memintaku berbuat lebih, jadi aku beri apa yang dia mau.

Kuciptakan kissmark di lehernya membuat lenguhannya mengudara. Kupercepat iramaku membalutnya dalam kehangatan kami, memproduksi lebih banyak bening di antara kami, tapi tangannya yang berotot menahan pinggangku, memperlambat aku.

"Noona, please, jangan terlalu cepat", ucapnya sambil membuat matanya membentuk tanda lebih dari dan kurang dari, jeez, menggemaskan sekali.

"Jungkook, oppa.. Oppa.. Oh.. Op..pa", aku membuat pandangan seduktif menggodanya lalu melahap jempol kanannya yang kini dimasukkan ke mulutku.

"Ayo, Oppa.. I wanna have your babies..", kupercepat iramaku menerjang blokade tangannya yang saat itu lengah.

"Ah.. Ah.. Noona.. Aku.. Ah.. Oh fuck..“, kuhentikan racauannya dengan lumatan bibirku, hangat, sehangat cairan legitnya yang kini membanjiri rahimku.

A Sin for Hoseok



Title: A Sin for Hoseok
Author: dongwoonsbride
2nd Published: Jun 3, 2015
Genre: mature, fable
Characters: Hoseok, Suga, Sin
Length: ~ 790 words


Di tepian sebuah hutan yang rimbun, tinggallah seorang putri cantik bernama Sin Darella. Sin Darella memilih tinggal jauh dari istana sejak usianya 18 tahun karena ingin merasakan hidup sederhana sebagai rakyat jelata. Sin Darella tidak tinggal sendiri di dalam hutan, dia ditemani seekor kura-kura bijaksana bernama Suga, seekor monyet kikuk bernama V, dan seekor rubah yang cantik bernama Jin, ketiganya adalah hewan peliharaan istana yang dia bawa turut serta untuk tinggal di hutan.

Ini adalah tahun ke-2 Sin Darella tinggal di hutan. Seperti biasa, setiap sore dia pergi ke tepian sungai untuk mengumpulkan beri dan herbal penyembuh. Saat tiba di tepian sungai, Sin melihat seekor kuda putih yang tampan sedang minum, didekatinya kuda itu.

"Hai kuda! Siapa namamu? Mengapa kamu minum sendirian di sungai ini? Di mana gerombolanmu?", tanyanya sambil mengelus punggung si kuda.

"Uhuk! Uhuk", si kuda tersedak."Yah! Kau tidak lihat aku sedang minum?! Kau mengagetkanku", bentaknya pada Sin.

Sin mundur beberapa langkah. Dilihatnya kuda itu berbalik, dan mengangkat kepalanya. Rambut panjangnya yang putih jatuh tergerai di lehernya. Tubuh kuda putih yang perkasa itu mendekati Sin. Sin mundur lagi, matanya awas pada dada dan punggung si kuda. Oh, kuda ini sangat tampan, ingin Sin mengelusnya dan menaikinya.

"Kuda, maafkan aku, aku tidak bermaksud mengagetkanmu", Sin mengulurkan tangannya tanpa beranjak, dia ingin si kuda mendekat dan menempatkan kepalanya di telapak tangannya. Tapi nihil. Kuda itu tampaknya sombong.

"Aku Hoseok, aku kuda milik pangeran negeri seberang. Pangeran sedang berkunjung ke istana, jadi aku berkeliling sebentar. Sudah ya, aku pergi dulu, aku tidak punya waktu untuk meladeni gadis lusuh sepertimu", ucapnya ketus sambil beranjak pergi.

"Hoseok... Tunggu!".

"Apalagi sih?!", Hoseok si kuda tampak kesal. Dia menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Aku.. Bolehkah aku menaikimu?", ah kebodohan Sin datang lagi. Bukankah Hoseok sudah menghinanya dan bersikap dingin, dia malah minta ijin menaiki Hoseok.

"Hahaha, apa aku tidak salah dengar?! Seorang gadis dekil sepertimu meminta menaikiku?! ih, aku tidak akan membiarkan tubuhmu ada di atas tubuhku dan mengotoriku", Hoseok mencibir lagi.

"Oh, ayolah Hoseok.. Aku ingin menaikimu..", Sin merajuk lagi, berharap Hoseok akan luluh. Sin memang begitu, dia akan melakukan apapun untuk mewujudkan keinginannya.

"Hei Hoseok.. Apakah kau tidak mengenalinya? Sin adalah puteri kerajaan", tiba-tiba ada suara menghampiri mereka.

"Ah, kau Suga, si kura bijak penasehat kerajaan kan?!", Hoseok mendekati Suga yang tiba-tiba muncul di antara mereka lalu menundukkan kepalanya memberi salam pada Suga.

"Dia adalah putri Sin Darella, salah satu calon pewaris kerajaan yang memilih tinggal di hutan. Bukankah kau sudah dengar desas-desus ini hai kuda gagah", Suga mengenalkan Sin pada Hoseok diakhiri dengan memuji Hoseok.

"Ah, jadi.. Kau putri Sin.. Maafkan tingkah lancangku tadi, putri", Hoseok mengamati Sin dari ujung kaki hingga kepala.

"Kalau kau seorang putri, kenapa kau dekil sekali, eh?!", lanjut Hoseok. Hoseok memang kadang suka ceplas-ceplos, bicara sekenanya.

"Aih, kau ini.. Aku ke sungai karena memang ingin mencari beri dan mandi..", Sin berbalik kembali menuju sungai. Sin mulai melucuti pakaiannya dan menceburkan diri ke sungai yang mengalir jernih tanpa peduli Suga dan Hoseok mengamati tubuh mungilnya yang telanjang. Dibasuhnya rambut, muka, dan dadanya sambil sesekali berenang.

"Apakah sekarang kau yang menginginkannya, Hoseok?", ucapan Suga tidak dapat memalingkan tatapan Hoseok dari tubuh telanjang Sin. Tapi dia masih bisa menyahut, "Putrimu gila ya..?! Dia mandi di depan kita?!".

"Tidak Hoseok, dia tidak gila, dia mengajak kita mandi bersamanya", Suga menceburkan diri ke sungai, mendekati Sin yang menyambutnya dengan senyum. Diremasnya dada Sin yang berada di bawah rendaman air sungai, Sin mebalasnya dengan melumat bibir Suga.

'Fine. Itu bukan mandi', pikir Hoseok.

Hoseok menghentakkan kaki kanan depannya beberapa kali, menimbulkan kecipak air sungai yang berisik. Dikibaskannya ekornya yang putih.Perhatian Sin pecah, dilepaskannya lumatan bibirnya dari bibir Suga diliriknya Hoseok yang masih berada di tepian sungai.

"Yah!, Hoseok.. Apa kamu mau mandi bersama aku dan Suga juga?", tanyanya. 

Hoseok tidak menjawab, dilangkahkan kakinya menuju Sin dan Suga. Hoseok duduk, membiarkan setengah tubuhnya direndam air sungai. Sin meraba tubuh Hoseok, membasahi leher, dada, punggung, dan perut Hoseok. Perlahan tangannya meraba turun ke bagian vital Hoseok, namun Hoseok mencegahnya, "Sin, jangan..".

"Jangan cegah aku Hoseok", Sin tidak berhenti, digenggamnya bagian tubuh Hoseok yang ada di antara kedua kakinya. Dielusnya bagian itu naik turun beberapa kali, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya.

"Ah.. Sin..", Hoseok mengerang, ngelenguh, mendesis, apapun reaksinya terhadap hisapan dan jilatan yang dilakukan Sin pada bagian tubuhnya itu.

Suga hanya mengamati mereka dengan melakukan hal yang mirip pada bagian tubuhnya sendiri. Sin mempercepat gerakan tangannya dan hisapannya, Hoseok berkeringat, tapi keringatnya hilang menyatu dengan arus sungai.

"Sin.. Aku..", Hoseok merasakan tubuhnya mengencang dan bergetar dari dalam.

Sin mempererat genggamannya pada bagian tubuh Hoseok. Jemarinya merasakan aliran memuncak keluar dari sana.

"Ah.. Ah..", Hoseok mendesah.

Beberapa tetesan yang deras keluar dari bagian tubuhnya itu. Saat dirasa semuanya sudah keluar, Sin menjilatinya dan memberinya hisapan terakhir.

The Porcelain Trophy pt. 1


Title: The Porcelain Trophy pt. 1 
Author: dongwoonsbride
2nd Published: Jun 3, 2015 
Genre: mature 
Characters: Yoongi, Jimin, Papi, & Aku 
Length: ~680 words 


Aku sangat tidak tega melihatnya, tumben Papi memberiku yang seperti ini. Dia tampak pucat dan lemah, atau mungkin dia sedang sakit. Badannya kurus, perutnya rata, kakinya kecil, kulitnya seperti tidak dilalui pembuluh darah, apa dia mayat hidup? Ah, pria yang kupesan dari Papi ini benar benar di luar perkiraan. Apa dia sudah tidak punya stok lagi? Apa malam minggu ini terlalu ramai. Sialan. Bukankah aku pelanggan tetapnya. Aku akan komplain lewat sms. 

'Hei jalang, jangan bercanda, beri aku Jimin' 

'Jimin lagi sakit tante, malam ini sama Yoongi dulu ya' 

'Ooh jadi namanya Yoongi' 

'Dia masih fresh lho, makanya aku kirim pada tante sebagai ganti Jimin' 

'Oh ya?!' 

Lima menit, sepuluh menit, tidak ada jawaban. Kuletakkan smartphoneku di samping TV yang masih menyala namun dimute. Kudorong tubuh Yoongi dan kujatuhkan ke bed. Aku hampir tertawa saat di langsung terjatuh dengan mudahnya. Tubuhku yang kecil saja bisa mengalahkannya. Mari kita coba dia bisa apa, pikirku. Kini aku berada di atas tubuh Yoongi, kubiarkan rambutku tergerai menyentuh sebagian pipinya. Kami hanya diam dan saling menatap. Pria muda ini mungkin masih berumur 19. Wajahnya cantik, aroma parfumnya segar, bibirnya tipis, sangat berbeda dengan favoritku, Jimin. 

"Siapa namamu?", kuraba bibir tipisnya dengan ujung ibu jariku. 

"Suga", jawabnya singkat. 

"Papi bilang namamu Yoongi", aku menampik jawabannya. 

"Iya, Yoongi, iya tante, itu nama asliku", jawabnya kikuk. 

Aku menyibak rambutnya hingga dahinya terlihat, kuamati turun mulai mata, hidung, bibir, leher, lalu dadanya. Dia hanya memakai kaos putih polos dan celana denim kelabu. Bagian tengah celananya tampak menggembung, tapi.. Ah, sial, pria ini tidak membuat birahiku naik. Aku bangkit, mengambil tujuh lembar seratus ribuan dari dalam tasku dan melemparkannya ke sampingnya. Kunyalakan rokokku dan duduk di sampingnya. 

"Pulanglah", ucapku tanpa memandangnya. 

"Tapi.. Tapi ini dua kali, Tante, lagi pula kita belum melakukan apapun", tanyanya dengan nada suara yang dramatis. 

"Maaf, tapi aku ingin Jimin, aku bisa menunggu sampai Jimin ready. Kau pulanglah, aku akan bilang pada Papi bahwa aku cukup puas, ambillah lebihnya, terima kasih sudah mau datang", ucapku. 

"Baiklah, terima kasih juga, tante", dia mengecup keningku pelan, lalu pergi meninggalkan kamar hotel yang kusewa ini. 

Kurencanakan untuk tidur sejam atau dua jam dulu sebelum pulang. Suamiku masih bertugas di Amerika, ini minggu ke tiga, masih satu bulan lagi sebelum dia kembali, dia seorang pekerja di sebuah perusahaan kilang minyak. Beginilah kuhabiskan waktuku jika suamiku tidak ada, jangan salahkan aku, setiap orang butuh asupan sex. Aku menyayangi suamiku, tapi itu bukan alasan untuk menjalankan kesetiaan yang buta, bukan? 

Lima belas menit setelah Suga pergi, bel pintuku berbunyi. Layanan pesan antar dari hotel pikirku, karena memang aku memesan dua slice chocolate cake saat Suga masih di sini tadi. Kubuka pintu hotel tanpa mengintip lubang pegawasnya. Aku terkejut, Suga kembali. 

"Tante, apa kalau kuberikan kembali uang ini, tante mau tidur denganku?", tanyanya dengan mimik serius. 

"Hahaha", aku tergelak, kutarik lengannya agar ia masuk kembali ke kamar. 

Setelah kututup pintu, kusandarkan tubuhnya disitu, lalu aku berjongkok di depannya. Aku sama sekali tidak bernafsu pada pria muda ini, tapi sepertinya sejak tadi dia sudah tinggi, jadi mungkin karena itu juga dia kembali. Lagipula kata Papi dia masih fresh, jadi wajar jika dia belum bisa mengontrol birahinya. Menurutku tidak ada ruginya jika kuajarkan sedikit hal padanya. 

Resleting celananya kini sudah sejajar dengan mukaku, bagian itu masih menggembung seperti tadi. Kubuka resletingnya pelan, Suga melenguh juga pelan. Setelah kuturunkan jeans dan celana dalamnya, saat itulah aku tidak dapat menahan pekikku. 

"Oh sht", junior Yoongi tampak gagah di hadapanku. 

Segera kuraih bagian itu, tanganku tampak sangat kecil saat menggenggamnya. Brengsek, ini lebih besar dari milik Jimin! Jadi benar Papi menganggapku sebagai pelanggan spesialnya, kalau tidak, mana mungkin aku dijadikan ajang launching barang seperti ini. Aku merasa seperti mendapat sebuah piala. Segar dan besar. Mulai saat itu kurasakan tubuhku lebih bereaksi. Kuremas dada kiriku dengan tanganku sendiri, sementara tangan kananku sibuk menservis milik Yoongi ditemani lidah dan mulutku. Yoongi menyingkirkan tangan kiriku dari dadaku, dirogohnya dadaku dari tube dressku yang memberi tangannya jalan leluasa ke sana. 

"Mmph.." lenguhanku diblok miliknya yang sedang memenuhi mulutku saat dia mulai memilin ujung dadaku. 

"Ah..", dia mendesah. Aku suka desahannya. Kupercepat irama elusan dan hisapanku pada miliknya. 

(Bersambung ke pt.2)

Jump into Your Love



Title: Jump into Your Love 
Author: dongwoonsbride
2nd Published: Jun 2, 2015 
Genre: fluff 
Characters: Yoongi, Jimin, Jungkook, & Aku 


Malam ini Yoongi pulang ke apartemen kami dengan membawa seekor kucing muda gendut pesek berwarna kelabu berambut pendek. Kucing itu nyaris menumpahkan vanilla milkshake di atas tumpukan sketsaku saat Yoongi meletakkannya di atas meja kerjaku. Aku marah besar, menghardik kekasih berambut merah jambuku itu walau sebenarnya tidak terjadi apapun. Yoongi baru saja menyelesaikan masa promosi lagu-lagu ciptaannya, sedangkan aku harus memulai lagi hari senin sibuk besok dengan deadline judul comic baru yang harus kuselesaikan bulan ini. 

"Ini bukan saat yang tepat untuk membeli seekor kucing, Yoongi! Siapa yang akan merawatnya?! Kita sama-sama sibuk!", ucapku sembari mengusir kucing itu dari mejaku. 

Kucing itu turun, lalu duduk di samping Yoongi yang juga duduk di atas spring bed kami. Keduanya menatapku lesu, Yoongi dengan matanya yang sangat kecil, dan kucing itu dengan mata bolanya yang besar kebiruan. Oh Tuhan, kenapa Yoongi membelikan aku seekor kucing sih, bukan anjing, aku sangat benci merasakan sakitnya jika mereka mencakar tubuhku. Aku melirik pada mereka sabentar, lalu menyeruput vanilla milkshake ku dan mempedulikan laptopku kembali. 

"Vanilla milkshake, merah, kenapa kau lebih mirip Jungkook dari pada aku..", well keluhan Yoongi tidak mengagetkanku, inilah saatnya dia akan memulai perdebatan jika dia tidak mendapatkan hasil sesuai harapannya. Mungkin tadinya dia pikir aku akan menyambut kepulangannya dengan menciumi hidungnya lalu hidung kucing itu dan bergelut di atas ranjang kami bertiga. Jelas beda jauh dengan kenyataan saat ini. 

"Apa kau merindukannya?", tanyanya lagi, membuatku Jengah. 

"Yoongi, please.. Aku sedang bekerja.. Dan jangan asal, aku tidak pernah tahu kalau Jungkook suka vanilla milkshake..", aku menampik tanpa memandangnya. 

"Sudah hampir satu tahun, apa kau sudah mulai bosan?", Yoongi meracau lagi. 

"Oh! Min Yoongi! Tuan produser yang terhormat! Tidak bisakah kau diam?!", aku menghardik lagi, kali ini dengan menggebrak meja dan menutup laptopku kasar setelah lebih dulu mengklik tombol save di menunya. 

Aku menghampiri Yoongi yang masih duduk bersebelahan dengan kucing itu. Dia mendongak, bibirnya membentuk bulan sabit terbuka ke bawah, begitu pula matanya. Aku sudah muak dengan intimidasi wajah menyedihkannya jika kami sedang bertengkar seperti ini. Itu hanya acting, seperti biasa pasti. Jadi kuputuskan untuk mengalihkan fokusku dari wajah itu ke wajah si kucing. Kucing itu juga melakukan hal mirip dengan tuan barunya, bedanya, karena matanya besar bulat, dia tidak bisa membentuk bulan sabit di sana. Kucing itu lalu menunduk setelah aku memelototinya, tampak kikuk sebentar, lalu menjilati punggung tangan kanannya. Kuraih tubuhnya saat ia hendak beranjak pergi dari tempatnya duduk. Aku naik ke spring bed kami lalu tidur telentang dengan kucing kelabu itu kuletakkan di atas dadaku. Dia hanya menurut dan mengeong lirih saat kuelus punggungnya. 

"Siapa namanya?", tanyaku. 

Yoongi mendekatiku lalu tidur tengkurap di sampingku."Jimin", jawabnya. 

"Kim Jimin?", tebakku asal atas marga kucing itu. 

"Bukan, Park Jimin", jawab Yoongi juga asal. 

"Jimin, tinggallah di sini malam ini saja, besok kau kuantar ke tempat penampungan kucing", aku berbicara sambil mengecup hidung kucing itu. Diusapnya bekas kecupanku dengan tangan kanannya yang kecil. Kupatpat kepalanya dengan telunjukku, tapi lagi lagi dia mengusap bekas patpat dariku di kepalanya dengan tangan kanannya. Aku terkekeh. 

"Jangan sayang..", Yoongi merengek. 

"Yoongi.. Kita sama-sama sibuk, kucing ini bernyawa, dia akan stres jika kita sering meninggalkannya sendirian di sini.. Lagipula siapa yang menyuruhmu membeli kucing saat kita sama-sama banyak order seperti ini.. Kau harus berhenti melakukan hal tanpa persetujuanku..", aku menasehatinya. 

"Kau cerewet", ucap Yoongi tiba-tiba dan dirampasnya Jimin dari pelukanku. Digendongnya pergi dari kamar kami, entah, mungkin dikembalikan ke kandangnya di ruang tamu kami. Aku bangkit kembali ke laptopku untuk menekuni pekerjaanku lagi. 

Sudah dua jam sejak Yoongi membawa Jimin pergi dan mereka tidak kembali. Yoongi pasti ngambek, pikirku. Kututup laptopku dan kulangkahkan kakiku ke ruang tamu. Di sanalah kulihat Yoongi tertidur di sofa kami, Jimin juga tidur di pangkuannya. Kudendong Jimin dan kumasukkan ke kandangnya, kususulkan juga masuk ke kandangnya sisa ikan kalengan yang terbuka di atas meja kami. Kuamati wajah Yoongi yang sedang tertidur, kuelus rambutnya, tidak ada reaksi. Wajahnya berminyak, kulitnya yang 3 tone lebih cerah dari kulitku membuat guratan pembuluh darahnya terlihat hijau samar. Kukecup bibirnya singkat, tidak ada reaksi. Kucium pipinya dalam dalam dan kuhirup aromanya, sebagian minyaknya kini menempel di mukaku, menjijikan, tapi aku suka, walaupun lagi-lagi aku tidak dapat reaksi apapun. Kuputuskan untuk menggendongnya memindahkannya ke ranjang kami. Tidak sulit bagiku untuk menggendong tubuh Yoongi karena tubuh kami tidak jauh berbeda ukuran. Belum lagi aku benar dalam berdiri menggendongnya, dia terbangun. 

"Ya! ya! ya!", dipukul-pukulnya pundakku, akibatnya tubuhku limbung dan kami berdua kembali jatuh ke sofa. 

"Aku bisa pindah sendiri", ucapnya ketus sambil berjalan terpejam menuju ranjang kami. Sangat menggemaskan dan menyebalkan di saat yang bersamaan. Aku menyusulnya lalu menyelipkan tubuhku dalam dekapannya. 

"Apa Jimin boleh tinggal di sini?", tanyanya tiba tiba dengan suara parau dan mata terpejam. Aish, pria ini benar-benar tidak måυ͡ kegiatan tidurnya disela. 

"Oke", jawabku. 

"Dan jika malam, aku belum pulang, kau mau menemaninya bermain?", tanya Yoongi lebih lanjut masih dengan terpejam. 

"Iya, aku akan bermain dengan Jimin sambil menunggumu pulang. Jangan pulang terlalu malam, aku khawatir". 

"Kau kangen, bukan khawatir". 

"Iya, kangen juga". 

"Apa kau akan menciumi hidung Jimin seperti tadi lagi jika aku belum pulang?", tanyanya lagi. 

"Iya, akan kuciumi hidungnya". 

"Sepertinya Jimin sudah menyukaimu, apa kau menyukainya juga?", tanyanya dengan membuka mata dan menatapku. 

"Aku menyukaimu, Mr. Yoongi", jawabku dengan eyesmile. 

"Aku tanya apa kau juga menyukai Jimin..??", tanyanya lagi dengan menggeleng dan membentuk kerutan di matanya. Dia terlihat sangat lucu. 

"Iya, iya, aku suka Jimin", kukecup pipi Yoongi dan dia membalasnya dengan mengelus rambutku. 

"Happy 1st anniversary", dikecupnya keningku. 

"Ah, kukira kau lupa..", aku membenamkan mukaku dalam pelukannya. Kaosnya sedikit basah karena air mataku. 

Yoongi menyeka pipiku yang basah. "Hei jangan nangis.. Aku mencintaimu..", Yoongi memposisikan tubuhnya di atasku. 

"Apa kau mau seks?", ucapnya dengan senyum yang sangat manis. 

"Iya, mau", jawabku singkat. 

"Ah, kau belum membalas ungkapan cintaku", godanya. 

"Iya, iya.. Aku mencintaimu.. Aku mencintaimu.. Aku mencintaimu..", lalu kalimatku terputus oleh lumatan bibirnya pada bibirku.

Scent


Title: Scent 
Author: dongwoonsbride
2nd Published: Jun 2, 2015 
Genre: angst 
Characters: Suga, Aku, putra kami, Hyungwon 
Length: ~220 words 


Aroma manisan menggantikan aroma bunga matahari menyeruak memenuhi ruangan ini. Aku kenal benar aroma ini. Aroma manisan yang sedang dimasak. Kusapukan pandanganku ke seluruh ruangan, tidak ada tanda-tanda eksistensi manisan. Entah setan apa yang sedang menggelayuti pikiranku hingga aroma tanpa wujud itu hadir. Aku mendengus lirih, menyerah dalam usaha pencarian pemilik aroma itu walaupun ia masih menyenggamai pembauku. Otakku terlalu menginginkan kehadiran pemiliknya mungkin. Bahkan belum sempat matahari berganti, aku sudah merindukannya lagi. Kemarin saat teman-temanku membicarakan tentang Hyungwon, aku terus menerus memohon agar mereka mengganti topiknya pada Suga, pemilik aroma manis ini. Aroma sekresi keringatnya yang tercampur wewangian kelas menengah berbau dasar lemon dan apel tidak pernah sedetik pun dalam dua minggu ini beralih dari pembauku. Dua minggu yang lalu saat kami bercinta dengan hebat seperti yang biasa dia lakukan padaku di malam-malam yang lain. Tidak mungkin untuk begitu saja mengalihkan kemanjaan pembauku yang terlanjur cinta mati pada aroma Suga ke aroma Hyungwon. Ini hanya halusinasi pembauku pasti. Mana mungkin hidungku mengendus aroma manis dari orang yang sudah mati karena kanker sepuluh hari yang lalu. Aku membasuh mukaku di wastafel, acuh akan make up dan air mata yang bersamaan luntur dari wajahku. Kini kulihat wajah itu di cermin, pantulan dari si pemilik aroma, yang kini menggenggam sedikit bagian bajuku dan berujar, "Mama, jangan menangis lagi, Papa sudah bahagia di surga".

First Dandelion pt. 1


Title: First Dandelion pt. 1
Author: dongwoonsbride
2nd Published: May 29, 2015
Genre: romance, fluff
Characters: Jungkook, Aku
Length: ~1320 words


Apa yang lebih menyedihkan dari menyongsong usia sembilan belasmu dengan keadaan masih perawan? Tidak ada.Huft.

Kulemparkan majalah fashion ke atas karpet kamarku. Bosan. Inikah kesan di hari terakhir aku berumur 18? Tegakah aku membuat kenangan seperti ini untuk diriku?

Aku sedang di rumah sendirian. Papaku seorang pengacara yang bekerja di firma hukum, entah jam berapa dia akan pulang, kalaupun pulang. Mamaku, dia seorang tante fashionista sosialita yang mengunjungi club lebih rajin dari aku. Satu-satunya teman dekatku adalah Jungkook, sahabatku sejak high school. Setahun ini kami sudah tidak menempuh pendidikan di tempat yang sama, dia kuliah di jurusan seni pertunjukan, sedangkan aku kuliah di jurusan hukum, sesuai kemauan orang tuaku. Huft, lagi.

Tidakkah ada yang ingat bahwa besok aku berulang tahun? Aku ingin mengakhiri keperawananku di usia sembilan belas. Tidak ada kaitannya memang. Entah, aku sedang ingin saja. Ya, aku masih perawan di usia ini. Aku bukan gadis buruk rupa, teman-temanku sering meledekku sebagai Selena Gomez versi Asia. Beberapa kali fotoku pernah dicetak di teenmag fashion ataupun di flyer butik-butik lokal. Setidaknya kau bisa bayangkan bagaimana wujud fisikku. Bisa saja justru karena itulah banyak pria yang tidak punya nyali untuk mendekatiku. Atau karena banyak yang mengira Jungkook itu pacarku? Entahlah, aku tidak terlalu peduli dengan apa yang disebut pacar. Nyatanya, orang tuaku dulu pacaran, aku hadir, mereka menikah, membayar orang untuk membesarkan aku, lalu kembali bersenang-senang dengan cara masing-masing. Jadi, pacar itu tidak penting.

Lain halnya dengan Jungkook, dia itu penting. Sangat penting. Seperti seorang adik. Aku anak tunggal, dia yang lebih muda 11 bulan dariku bisa membuatku banyak tertawa dan merasa bahagia. Tidak kutampik bahwa dulunya kami pernah sama-sama berpikir apakah sebaiknya kami melanjutkan ke hubungan yang lebih serius yang disebut pacaran (aku sendiri ragu apakah pacaran memang lebih serius dari persahabatan), tapi akhirnya kami sepakat untuk tidak ke arah sana karena entahlah, kami rasa itu terlalu konyol.

Line video call ku berbunyi membuyarkan carut marut pikiranku. Jungkook. Lalu tampaklah wajahnya yang berminyak di layar smartphone ku."Lady Mary! Jayeux anniversaire! Hahaha""Hahaha. Sinting. Sekarang masih jam setengah sebelas, pabo""Ha? Kamu lupa, mamamu pernah bilang padaku bahwa dia mulai mengalami bukaan kehamilan jam setengah sebelas sebelum akhirnya kamu lahir jam setengah satu""Eh? Ooh iya sih..""Selamat ulang tahun! Aku akan tiba jam setengah satu!"Lalu video call nya diakhiri.

Kado ulang tahun terindahku sudah terjadi. Itu tadi. Ucapan selamat dari Jungkook. Jangan menganggapnya remeh, itu sangat berarti bagiku. Jadi, aku bisa tidur sekarang, dengan perasaan cukup senang. Mengenai dia akan datang pukul setengah satu, hiraukan, dia hanya bercanda. Empat tahun kulalui ulang tahun bersamanya, dia tidak pernah datang tepat saat aku dilahirkan, jam setengah satu dini hari. Sekarang, biarkan aku terlelap.

"Nona.. Nona.. Ada Jungkook ingin menemuimu", suara satpam melalui intercom di kamarku mebangunkan aku.

Setengah satu. Ya Tuhan, dia serius rupanya. Aku segera melompat dari ranjangku, dan menjawab satpamku.

"Maaf nona aku mengganggumu, tapi dia bilang dia sudah ada janji denganmu".

"Iya Pak, terima kasih, tidak apa, suruh dia masuk".

Aku turun ke ruang tamu di mana sudah ada Jungkook di sana. Dia memakai celana pendek hitam dan kemeja pink yang hanya kancing atasnya yang dipasang, membuat kaos merah di lapis dalamnya terlihat dari luar. Aku menghampirinya dan menyambut dua hal manis yang disodorkan dua tangannya. Aku membelakkan mataku lalu mengerutkan mataku sebagai respon terkejut dan gemas.

"Hahaha", aku tertawa lepas, bahagia, aku ingin menangis terharu, tapi tidak bisa jika dengan Jungkook, otomatis tangis akan berubah jadi tawa.

"Dandelion..?! Puding stroberi..?!".

"Aku tidak punya uang untuk membeli buket baby's breath, jadi tadi sore aku mengumpulkan dandelion. Selamat ulang tahun".

"Terima kasih", aku menggengam buket dandelion yang diikat pita pink di tangan kananku dan menjinjing kotak puding stroberi di tangan kiriku. Aku menuntun kami duduk di sofa. Saat kuletakkan buket dandelion itu di meja, biji-biji berambutnya beterbangan ke mana-mana, lucu sekali.

"Kau bilang tadi sore kau melihat buku yang sampulnya seperti puding stroberi, jadi kupikir baiknya aku belikan itu saja", Jungkook mengutarakan alasannya tanpa aku tanya.

"Iya, judul bukunya Mood of Love, sampulnya pink muda", aku mulai membuka kotak puding itu dan menyuapi kami bergantian. Manis yang tidak terlalu manis. Dingin dan renyah. Kenyalnya pun pas.

"Pink itu merah muda.. Bukan pink muda..", Jungkook mengkoreksiku di sela-sela suapan dariku.

"Bukan, maksudku pinknya hanya sedikit dan tipis, berpadu dengan putih", kilahku.

"Novel?", tanyanya lagi.

"Bukan, hanya kumpulan sajak", jawabku.

"Penulisnya?".

"Entah, mungkin hanya pria melankolis yang banyak menghabiskan waktu menyendiri di ruang kerjanya", jawabku asal.

Setelah itu, topik beralih ke berbagai macam hal. Obrolan yang mengalir begitu saja. Kantukku hilang untuk beberapa jam, tapi tidak dengan Jungkook sepertinya, dia tampak mulai lelah dan banyak diam.

Pukul setengah empat, kutawarkan pada Jungkook untuk menginap saja tidur di salah satu kamar pembantu yang sedang kosong seperti yang biasa dia lakukan jika bermalam di sini. Tapi dia menolak, dia bilang dia ingin tiduran di sini saja dan akan pulang pukul lima. Aku mengiyakannya, lalu menyibukkan diriku dengan membersihkan sisa puding dan minuman kami.

Aku kembali dari dapur, kulihat Jungkook sudah tertidur pulas dengan mulut terbuka. Hihihi lucu sekali. Aku duduk di sampingnya, mengamati muka polosnya saat tidur. Jika dia adikku, mungkin sudah kugendong untuk kutidurkan di kamarnya. Aku terdiam, mengamati bagaimana perutnya naik turun saat dia bernafas. Kujelajahi tubuhnya dengan penglihatanku, leher dan jakunnya yangmanly, dagu belahnya yang mirip milikku, bibirnya yang juga berbelah di tengahnya (yang ini tidak sama dengan punyaku), hidungnya yang mancung dan besar (yang juga jelas jauh beda dengan milikku). Dia sangat pria.

Mengamatinya membuat perasaan gamang muncul di hatiku, namun perasaan itu dikalahkan oleh rasa kantuk. Aku meringkuk tidur, meletakkan kepalaku di pangkuan Jungkook. Sangat nyaman. Setidaknya sampai pukul lima saja aku ingin tetap seperti ini.

'Beep beep beep', alarm dari smartphone Jungkook membangunkan kami.

Pukul tujuh.

"Ah! Aku terlambat! Aku ada kuliah jam delapan!", Jungkook berdiri menyingkirkan kepalaku dari pangkuannya dan segera berlari menuju kamar mandi.

Ah, kami bangun terlambat. Aku juga harus mempersiapkan diri untuk kuliah jam sepuluh. Kulihat mobil mama dan papaku sudah ada di halaman, tapi saat kucek kamar mereka masih terkunci, mungkin mereka masih lelah dan tidur. Aku menuju dapur untuk menyiapkan beberapa sandwich untuk Jungkook dan diriku sendiri. Tidak lama kemudian, Jungkook sudah menyusulku ke dapur dengan rambut yang masih basah.

"Kau bisa pakai handuk di lemari kamar pembantuku yang kosong", perintahku tanpa menengoknya. Aku sibuk menuangkan sereal dan susu ke mangkokku.

"Iya, aku memang ambil handuk dari sana tadi", jawabnya."Kau mau sereal?", aku menawarinya menu lain untuk sarapan.

"Tidak, terima kasih, roti saja, cukup", ucapnya.

"Kau harus bergegas, sebentar lagi sudah jam delapan", ujarku mengingatkan.

"Tidak. Barusan temanku menelpon, dosennya membatalkan kuliah pagi ini, dia menggantinya jam 2 siang nanti.

Jungkook memutuskan untuk tinggal selama beberapa jam lagi sampai aku berangkat kuliah. Itu bagus, aku jadi punya teman mengobrol saat sarapan.

"Ada satu kado lagi yg ingin kuberikan padamu. Kau ingat, beberapa hari yang lalu kau menceritakannya, tentang first ?", ucapnya mengejutkanku.

Aku terdiam menatapnya, menimbulkan jeda di antara suapan serealku. Aku tersenyum masam, lalu menunduk mengetuk-ngetuk mangkok serealku.

"Tidak denganmu, kita sahabat", aku berujar pelan.

Jungkook menyudahi sarapannya dengan mengenggak teh tanpa gula yang dia buat sendiri tadi. Dia lalu berdiri mendekatiku, dirampasnya lembut mangkok serealku lalu diletakkan di buffettempatku bersandar. Dia memagari tubuhku dengan tubuhnya. Kami tidak pernah skinship secara berlebihan sebelumnya, jadi berada di posisi ini membuatku gugup.

Jungkook melirik pada mangkokku yang berisi sereal di 1/8 bagiannya.

"Apa sarapanmu sudah selesai?", tanyanya sambil menyodorkan segelas air putih yang berada di sampingku.

Aku tidak menjawab. Kuteguk air itu perlahan. Tapi karena gugup, aku tersedak, "Uhuk! Uhuk!".

Jungkook segera meraih tisu dan mengelap bibirku yang sedikit basah.

"Hihihi, kamu gugup sungguhan?! Aku kan cuma bercanda", ucapnya dengan seringai senyum puas.

Ah sialan, kupikir tadi dia serius. Fiuh. Aku jadi sedikit lega. Kami tetap berada di posisi yang sama saat tiba-tiba Jungkook hendak pergi berbalik dan spontan aku tahan pergelangan tangannya.

"Jungkook, aku mau", ucapku.

Jantungku berdesir. Apa ini. Kenapa aku ucapkan hal bodoh itu.

Jungkook menatapku, lalu mempat-pat kepalaku. Dituntunnya tanganku dan berkata, "Aku juga mau first ku bersamamu. Ayo kita lakukan di kamarmu".

First Dandelion pt. 2


Title: First Dandelion pt. 2 
Author: dongwoonsbride
2nd Published: May 29, 2015 
Genre: mature, romance, fluff 
Characters: Jungkook, Aku 
Length: ~500 words 


Aku terjerembap di atas kingsize bed ku bersama Jungkook. Aku sangat gugup, tapi aku juga sangat senang, seperti ada kembang api yang disulut di dalam perutku. Entah ini cinta atau nafsu, atau sekedar suka. Tapi pikiranku juga berkecamuk. Haruskah aku melakukan seks pertamaku dengan Jungkook? Masalahnya bukan Jungkook kurang tampan, dia justru sangat tampan. Bibir yang terbelah, dagunya juga, otot-otot dan postur yang sangat manly. Tapi dia sahabatku. Haruskah? 

Jungkook melumat bibirku dengan ganas, membuatku berhenti memikirkan hal-hal itu. Tubuhnya menindihku, chest to chest, kami sudah tanpa busana. Aku tidak dapat menolak pesona Jungkook, tapi dalam hatiku juga ada pergolakan bahwa ini salah. Tubuhku sedang tidak sinkron dengan otak dan hatiku, lidahku terus-menerus membalas pagutan bibirnya. Bahkan hanya sekedar ciuman saja tapi ini sudah terasa sangat nikmat. Aku ingin lebih. 

Jungkook mengalihkan ciumannya pada leherku. Digerayanginya leher dan tengkukku dengan lidahnya yang basah. Aku melenguh pasrah. Sekujur tubuhku merinding dibuatnya. Jungkook meremas dadaku dan memilin milin putingku, lalu ciumannya mulai turun ke dadaku. Digantinya pilinan jemarinya dengan lidah dan geliginya. Aku ingin menangis tapi juga ingin menjerit merasakan sensasinya. Jemarinya kini mulai merabai selangkaku. Dibukanya lebar-lebar kakiku dan ditempelkannya miliknya yang sudah penuh padaku milikku yang mulai basah. Kami berpandangan sebentar lalu dia melumat ganas bibirku lagi sambil mencoba mendorong miliknya masuk. 

"Ah! Stop! Jungkook, ya!", aku melepaskan ciumannya tiba-tiba. Kami berpandangan. 

"Wae?", Jungkook bertanya heran. Bola matanya bergerak-gerak mengamatiku. Ada genangan di mataku, dan mungkin itulah yang kemudian membuat tatapan matanya meneduh. 

"Ah, maaf.. Apa aku terlalu kasar? Kamu berubah pikiran? Kita bisa pakai baju lagi kalau kamu mau, ucapnya sembari mengelus lembut kepalaku. 

"Jungkook, I'm sorry.. Hiks", aku terisak, kini menutupi mataku dengan lengan kananku, tapi Jungkook segera menepisnya. 

"Hei,jangan menangis.. Maaf..", Jungkook mengajakku bangkit lalu memelukku dalam dekapannya. Aku menangis. Kurasa saat ini pikiranku sedang labil. Untuk pertama kalinya sejak bersahabat dengan Jungkook, aku merasa mencintainya, aku ingin memilikinya, jiwa-raga, dan aku takut jika seks pertama ini justru akan merusak semuanya. Jungkook yang baru saja menciumku penuh nafsu bukanlah Jungkook yang biasa aku kenal.

"Jungkook apa kau mencintaiku?", aku mendongak menatap matanya. Jungkook diam, dia hanya memandangiku dengan sedikit bingung dan raut muka bersalah. 

"Tidak, aku tidak mencintaimu. Maaf", dia berkata pelan sembari kembali membenamkanku dalam pelukannya.

"Aku menyayangimu, sebagai sahabat. Kupikir jika aku melakukan seks pertamaku denganmu, aku jadi bisa mencintaimu", perkataannya membuatku tertegun. Beberapa lama kemudian, kami saling membisu, masih dalam posisi yang sama. Lalu Jungkook bangkit dan mengambilkan pakaianku. 

"Pakailah", ucapnya lalu memakai pakaiannya sendiri. Setelah kami berpakaian, dia kembali duduk dihadapanku. Dikecupnya dahiku lalu tersenyum. 

"Selamat ulang tahun sayang, aku akan menikahimu setelah lulus kuliah, kita bisa melakukan seks pertama setelah itu", dia lalu bangkit dan beranjak keluar dari kamarku. Namun di pintu kamar dia berhenti dan berbalik menatapku yang masih terpukau atas lamarannya, 

"Kau mau berjanji menyimpan hatimu dan seks pertamamu untukku kan?", ucapnya dengan senyum yang sangat manis. 

"Iya, mau", kujawab lirih dengan senyum balik padanya. Jungkook memberiku kado terindah di ulang tahunku yang ke-19 ini.