Rabu, 30 Desember 2015

Orange Fluffy



Tittle          : Orange Fluffy
Author       : dongwoonsbride
Published : Dec 30 2015
Genres       : mature, romance, fluffy
Characters: Jimin, Aku


Matahari sudah semakin jauh dari horison. Kemilau sinarnya jatuh di wajahku menembus tirai tipis kamar kami. Ya Tuhan, aku kesiangan! Berbaring di sampingku, pria bersurai jingga itu terpejam dengan leher dibebat syal abu abu. Pakaiannya lengkap, dia sudah siap pergi, tapi sepertinya tidak dengan jiwanya.

"Jimin. Jiimiin..", aku menggoyang goyangkan tubuhnya.
"Kita kesiangan.. Kenapa kamu ga membangunkan aku sih..", aku menggerutu dengan suara parau khas bangun tidur.

Hari ini hari minggu, kami berencana menyebar undangan pernikahan kami mulai pukul 8, tapi sekarang sudah pukul 11. Jimin membuka matanya, hanya diam, lalu memejam lagi.

"Sayaang..!", aku berusaha menarik syal nya, menarik coatnya, apapun, yang memungkinkan untuk dia bangkit dan memulai rencana kami. Tapi aku justru terjerembab dalam pelukannya. Sangat hangat.

"Di luar dingin.. Aku sudah menyebar beberapa undangan ke teman yang terdekat dari sini. Kamu tidur lamaa sekali.. Sekarang, ayo tidur lagi, di luar dingin, sayang.. Kamu bisa mati kedinginan", mulut Jimin yang ditutupi syal membuat penjelasannya terdengar samar.

Mati kedinginan? Hahaha, Busan bisa sedingin itu kah? Tapi dia sangat manis bukan, menyebar undangan sendiri dan membiarkan aku tetap tidur. 

Ini memang hari yang sendu. Matahari yang baru saja sinarnya membangunkan aku, sekarang sudah dihalangi mendung lagi. Sepertinya sepanjang hari sampai nanti sore akan hujan. Jadi aku memilih menuruti kekasihku itu, kembali tidur tenggelam dalam pelukan hangatnya. Tapi itu tak berlangsung lama. Tangannya yang dingin menyingkap piyamaku, mengelus pinggangku hingga punggung, lalu mulai merabai tubuh bagian depan.

"Sayang, jangan tidur..", bisiknya, lalu kemudian meremas dadaku. Jimin rampas daguku dan melumat bibirku dengan hangat.

Ah, orang ini.. Apa sih.. Apakah aku benar benar akan dinikahi makhluk sefluffy dan seseksi dia? Bulan depan.. Bisakah kau datang lebih cepat..? Aku ingin segera jadi istrinya.

I Just Wanna Be with You pt.1




Title            : I Just Wanna Be with You pt.1
Author        : dongwoonsbride 
Published  : Dec 17, 2015 
Genre         : mature, romance, criminal
Characters: Yoongi, Taeyeon (Aku)


Namaku Taeyeon. Aku seorang penyanyi. Menjadi idola tidak mudah, mungkin orang mengira hidupku menyenangkan, padahal tidak sepenuhnya seperti itu. Kadang aku merasa kesepian, dan akhir akhir ini rasa itu lebih sering muncul. Tentu tidak mudah bagiku untuk mencari seorang pacar. Penggemar dan media adalah anjing galak bagiku untuk soal itu. Aku punya banyak teman laki laki yang juga artis. Demi memuaskan hasrat seksualku, bisa saja aku meniduri mereka kapan pun aku mau, tapi aku bukan wanita seperti itu. Hatiku lebih haus akan kasih sayang daripada sekedar sentuhan fisik.
Kesepian bukan satu satu nya masalah yang akhir akhir ini sering kuhadapi. Penguntit. Aku punya banyak penguntit. Tapi ada satu orang yang membuatku jengkel dan takut. Pekan lalu dia baru saja bebas dari masa belenggu hukum satu bulan dengan jarak maksimum 500 m dariku. Kudengar dia anak orang kaya dan membayar pengadilan untuk meringankan hukumannya. Benar benar menjengkelkan.

Aku menyeruput coklat hangatku. Pukul 1 malam, aku baru selesai dari sebuah acara jumpa fansku. Dia di sana, aku melihatnya dari jendela kamarku. Min Yoongi, penguntitku itu, namanya Min Yoongi. Aku segera menutup tirai saat mata kami tanpa sengaja beradu pandang, dia berada di seberang jalan gedung flat ku. Dia tidak membawa apa apa, hanya memakai jaket bulu Canada Goose dan sneaker Prada. Cih, jelas dia seorang fuerdai. Biasanya dia membawa papan bertuliskan "Taeyeon you're my whore" atau meneriakiku "Taeyeon, rape me!" di bandara. Itu benar benar mengerikan.

Aku kembali ke ranjangku membaca tumpukan surat yang sebagian besar darinya. 'Aku menjauh, lalu mendekat. Sangat dekat. Min Yoongi'. Semua suratnya tertulis seperti itu. Dia juga memberiku selusin lingerie Victoria's Secret seri terbaru.

Yoongi tidak jelek, sebaliknya dia sangat keren. Aku tau nama dan sebagian kehidupannya dari seorang polisi yang membantu mengurus kasusku dengannya beberapa bulan yang lalu. Dia adalah seorang anak pengusaha bisnis hotel. Dia tidak bekerja. Dia hanya sesekali menyanyi di bar underground sebagai seorang rapper. Hidupnya hanya disibukkan dengan rap dan aku. Kalau dia tau caranya bermusik, harusnya dia juga tau bahwa sasaeng fans sama sekali tidak menyenangkan.

'Ting tong'.

Aku terkejut, bel pintu flatku berbunyi. Siapa itu? Apakah itu Min Yoongi?! Aku memencet tombol on di video intercom. Benar, dia di sana, di depan pintu kamarku.
"Hai. Uhm... Aku hanya ingin memastikan, apa kau sudah menerima kadoku?".
Aku diam. Lalu dia berbalik membelakangi kamera di intercomku.
"Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu. Ini sudah sangat dekat. Lain kali aku akan lebih dekat".
Yoongi lalu melangkah pergi. Namun kemudian aku membuka pintu rumahku.
"Yoongi! Jangan pergi! Maukah kau masuk dulu? Ada yang ingin kubicarakan denganmu".
Yoongi berbalik, dan menatapku heran. Dia lalu mendekat, tapi malam ini dia tampak sendu, tidak seagresif biasanya.

Aku menyodorkan secangkir coklat hangat padanya. Namun dia menolaknya dan meminta bir dingin. Aku tidak menuruti permintaannya. Jika dia mabuk, mungkin saja dia bisa memperkosaku. Dia penguntitku kan.. Entah kenapa aku seakan memasukkan hiu ke dalam kolam renangku, aku hanya merasa alam ini aku butuh seorang teman untuk bicara.

"Taeyeon, apa kau sehat?", Yoongi membuka percakapan sambil melepaskan jaketnya. Dikibas kibaskan rambut mint nya hingga beberapa tetes salju jatuh dari sana. Terakhir aku melihatnya rambutnya masih warna pink.
"Kau mengundangku masuk. Tanpa kau tau, aku selalu menghadiri konsermu sebulan ini. Aku tidak benar benar menjalani hukumanku. Ya. Aku membayar polisi. Aku membeli hukum. Itu untukmu. Dan kau tau apa yang kudapat? Taeyeon, menyanyi dengan hambar. Kau kenapa? Apa ada masalah?", Yoongi berkata dengan sangat sopan seakan akan ini adalah sebuah sesi fansigning.

"Kenapa kau tidak memperkosa aku sekarang?", pertanyaan bodohku muncul mungkin karena aku masih ada rasa takut pada Yoongi. 
Dia tergelak, lalu menjawab, "Kau pikir aku serius soal itu?! Aku bukan sasaeng kelas teri. Aku bisa meniduri banyak pelacur yang lebih cantik darimu kalau aku mau".
"Jadi, maumu apa, tuan Min Yoongi?", aku benar benar heran padanya.
"Entahlah. Hidupku hampa. Orang tuaku tinggal di luar negeri untuk mengurus bisnisnya. Aku hanya suka rap. Tidak ada hal lain. Aku melihatmu memakai gaun merah saat di Hongkong. Kau sangat terkenal, cantik, dan suaramu bagus. Jadi aku iseng menguntitmu".
"Iseng?!", rasanya aku ingin menangis saat dia bilang itu hanya iseng. Selama beberapa bulan ini aku sangat ketakutan, dan dia bilang itu cuma iseng?!
"Jadi, kau ini kenapa?", dia kembali menanyakan kenapa akhir akhir ini aku menyanyi dengan hambar.
"Aku kesepian", Yoongi adalah orang asing, bahkan orang yang berpotensi bahaya bagiku, namun malam ini entah kenapa berbicara dengannya membuatku sedikit nyaman.
Dia tidak menjawab. Dia melangkah mengambil bir sendiri dari lemari es ku. Aku tidak mencegahnya. Mungkin aku dan Yoongi sama, kami sama sama merasa kesepian di dunia yang hiruk pikuk ini. Mungkin kami bisa berteman.
Yoongi menghempaskan dirinya duduk di sampingku dan mulai meneguk bir dinginnya. Tangan kanannya merangkul pundakku, lalu mempatpat lembut kepalaku. Lagi lagi entah kenapa aku sandarkan kepalaku di bahunya karena ada perasaan hangat dan nyaman berada di dekatnya. Dia sama sekali tidak membuag kami canggung. Aroma segar parfum maskulin light samar samar tercium dari kaos nya. Aku belum pernah senyaman ini dengan orang asing. Dia sama sekali berbeda dari Yoongi yang biasanya ketemui di perjalan ke studio, bandara, atau di persidangan.
Yoongi meletakkan kaleng bir nya di atas meja setelah minum beberapa teguk. Aku menaikkan dan menekuk kakiku, meringsut semakin masuk ke dalam pelukannya. Tubuhnya memberi rasa hangat dan nyaman. Persetan dia itu siapa. Aku hanya ingin berada dalam dekapan Min Yoongi sekarang. Yoongi mempererat rangkulannya. Dia pun sama sekali tidak melakukan penolakan saat kujejalkan tubuhku pada tubuhnya. Sampai akhirnya aku tertidur.

Suara pemantik yang dinyalakan membangunkan aku. Kulihat jam di buffetku menunjukkan pukul setengah 6. Aku ada recording jam 10. Yoongi duduk di sisi bed ku yang lainnya. Beberapa putung rokok memenuhi asbak di sampingnya. Aku sebenarnya tidak suka rokok, tapi berdebat dengannya bukan pilihan tepat, aku harus bergegas mandi sebelum managerku menjemput.
"Ah.. Kau sudah bangun, nona? Nyenyak sekali tidurmu..", dihisapnya rokoknya dalam dalam sambil menyapaku.
"Yoongi.. Apa tadi malam..?", aku masih berusaha mengingat ingat apa yang terjadi tadi malam.
"Tenang saja. Tidak terjadi apa apa. Aku tidur di sini, tapi sama sekali tidak menyentuhmu", jawabnya sambil sibuk mengetik pesan di smartphonenya.
"Terima kasih", aku tak tahu kenapa aku berterima kasih. Aku lalu berjalan gontai ke kamar mandi.

Setelah aku mandi, kulihat Yoongi masih duduk di tepian bed ku.
"Yoongi, mandilah, 2 jam lagi aku harus pergi. Ada recording", ucapku.
"Iya. Aku baru saja membaca email orang tuaku. Aku harus mewakili mereka grand opening hotel di Maldives. Nanti siang aku take off. Mungkin 2 minggu lagi aku kembali ke Seoul".
"Oh, jadi, kau akan pergi selama 2 minggu..", aku bergumam.
Aku memandangi Yoongi. Kulitnya sangat bersih. Sikapnya tenang. Mungkin selama ini aku salah mengenalnya. Atau memang dia bersikap agresif karena memang hanya iseng seperti penjelasannya.

Yoongi menoleh ke arahku, " Tae..Taeyeon..kenapa kau melepas handukmu?".
Entahlah. Aku rasa aku hanya ingin Yoongi sekarang. Aku tidak ingin berpisah darinya walau hanya 2 minggu.

Selasa, 15 Desember 2015

Hair



Tittle    : Hair
Published : Oct 23rd, 2015 
Genre     : mature, romance, marriage life  
Characters: Yoongi, Woozi, Aku 
Lenght    : ~200 words

**

Aku mempukpuk kepala Woozi saat dia berjalan kembali menuju kamarnya. Dikucek-kuceknya mata kanannya, sepertinya jagoan kecilku itu sudah sangat mengantuk.

Aku bereskan piring kotor Woozi tanpa mempedulikan sosok yang tiba-tiba duduk di atas meja makan. Meja makan itu terbuat dari kaca, mebel termahal di rumah kami, tapi lelaki itu seakan tak peduli. Aku tidak menggubrisnya. Dia kibas-kibaskan terus rambutnya yang berwarna sakura. Pandangan matanya mengikuti arah jalanku dari meja makan ke wastafel. Selama bermenit-menit dia terus mencoba menjadi apel di mataku, namun usahanya nihil.

"Chagi...", sampai pada akhirnya Yoongi merengek dan memelukku dari belakang.

Aku membasuh tanganku, lalu berbalik, mencermati rambut dan seluruh wajahnya. Ada eyeliner di sudut matanya. Dia mengibas-ngibaskan lagi rambutnya ke mukaku. Aku menjumputnya sedikit, lalu menjilatinya dan mengemutnya, menyesap sari-sarinya seakan itu sedotan dari isi otaknya.

"Kau suka?", tanyanya dengan dahi berkerut.

"Suka", kujawab lalu menghentikan aksi anehku pada rambutnya.

Kulepas pengikat rambutku hingga tergerai luruslah mahkotaku itu. Aku perlahan berjongkok di depannya, membuka resleting celana Balmainnya yang keren dan mahal, lalu mengeluarkan isinya dari sana. Kulakukan hal yang sama seperti yang sebelumnya kulakukan pada rambutnya.

Benda itu sudah mencapai ukuran maksimalnya saat tiba-tiba suara Woozi memaksa kami hanya bisa melongo menatap padanya, "Mama, aku mimpi buruk. Bisakah kau temani aku sampai aku tidur lagi?"

Take


Tittle: Take & Give
Author: dongwoonsbride 
Published: Nov 3rd, 2015
Genre: mature, fluff, romance 
Cast: Yoongi, Jinhwan, Jimin AOA, Miryo (Aku)
Lenght: ~750 words

**

"Jinhwaaan.. Jinhwaaan... Jin-.. Hosh.. Hosh.. -nan..", aku berteriak memanggil namanya sambil berlari. Saat tiba di dekatnya, hembus nafasku mengasap di tengah musim dingin awal Desember. Gedung kampus sudah sangat sepi, aku berusaha melangkahkan kakiku di atas lapisan salju yang tebal. Sepertinya Jinhwan tidak peduli pada bagaimana tergopohnya aku. Tak ada uluran tangan, atau sedikit mendekat ke padaku, dia diam saja, menatap dengan kedua matanya yang sipit.

"Hosh.. Hosh.. Ini.. Aish.. Aku kembalikan catatan Fotonikamu, terima kasih, tadi aku mencontek dari sana", diambilnya buku yang kusodorkan padanya kemudian berlalu begitu saja.

"Ya! Apa kau tidak tau sopan santun?! Kau tidak tau cara bersosialita hah?! Kau tau aku ini siapa?!", Jinhwan berbalik, lalu mendekat kembali padaku, membuat celotehku intonasinya semakin merendah di akhir kalimat. Jinhwan berdiri sangat dekat. Dia menatap mataku, aku sedikit mendongak, dia tidak terlalu tinggi, jadi perbedaan tinggi badan kami tidaklah jauh.

"Tidak sopan? Apa tidak sopan meminjamkan buku catatan pada orang bahkan namanya pun kamu tidak tahu karena dia tidak pernah masuk kuliah, dia hanya masuk saat ujian. Kau ingin aku merespon bagaimana hah?!", sentaknya. Kami terdiam untuk beberapa saat. Sepertinya aku membatu, aku tidak menyangka dia akan balas menggertakku. 

Jinhwan. Aku pun baru tahu namanya tadi karena bertanya pada orang yang duduk di bangku sebelahku -yang juga aku tidak ketahui namanya. Rambutnya yang pirang bergelombang ditetesi beberapa salju. Matanya sipit dengan ujung yang tajam. Bibirnya tipis pink berkilau, mungkin baru saja diolesi lip balm. Bibir itu, mirip bibir kekasihku.

Tiba tiba Jinhwan menjulurkan tangannya ke dahiku. "Ada salju di rambutmu. Hujan. Aku harus pulang", dia menepis salju dari rambutku dengan lembut, lalu berbalik. Dia tangkupkan tudung jaketnya dan pergi meninggalkanku.
--
'D-12712, Yongsan Park Xi Building, Yongsan-gu', kubaca data mahasiswa di kelasku dari situs kampus. Jadi ini apartment Jinhwan. Malam-malam dan hujan deras begini aku terpaksa harus ke sini untuk mengembalikan headsetnya. Tadi saat dia mengeluarkan tangan dari sakunya untuk menepis salju di rambutku, dia menjatuhkan headset ini. 

Seorang wanita membukakan aku pintu dan menyuruhku menunggu di ruang tamu nya. Dia bilang Jinhwan masih mandi. Wanita itu mungkin kakaknya, atau pacarnya, bukan urusanku. Tapi dia cantik, rambutnya pendek sebahu, ramping, dan dia punya bibir tipis seperti Jinan juga.

"Apa kau pacar Jinhwan?", ucapnya saat menyajikan coklat hangat padaku. Aku hanya tersenyum tipis.

"Ah..bukan? Jinhwan sangat pendiam sejak kecil, mana mungkin dia punya pacar.. Aku Jimin, kakaknya Jinhwan", dia memperkenalkan dirinya padaku.

"Dia pacarku", tiba-tiba Jinhwan muncul dan mengejutkan kami dengan pengakuan sepihaknya. Apa-apaan ini, kami baru bertemu tadi pagi dan dia langsung mengaku bahwa aku pacarnya.

"Sayang, ayo kenalkan dirimu pada noonaku", perintah Jinhwan sambil mempukpuk kepalaku.

Demi menghentikan saling pandang yang canggung antara kami bertiga, aku terpaksa memperkenalkan diriku dengan palsu, "Ah.. Eonni.. Aku Miryo.. Kami baru pacaran satu minggu".

"Wah.. Baguslah.. Jinhwan.. Kau harus menjaganya baik baik. Oh ya, aku harus ke rumah temanku di tower A, aku sudah berjanji akan menginap di sana malam ini, kalian mengobrollah dulu di sini", Jimin lalu berdiri dan mengambil jaket, kemudian keluar dari apartmen itu tanpa memandangi kami lagi.

 "Fiuh.. Untunglah kamu datang.. Kakakku tinggal bersama pacarnya di tower A. Tapi dia sering mengunjungiku ke sini, memperlakukan aku seperti aku ini masih anak kecil saja", dengusnya.

 "Oh.. Jadi kau mengaku kalau aku ini pacarmu agar kakakmu merasa sungkan, lalu pulang, begitu?", kurogoh kantongku lalu menyodorkan headset padanya. "Aku hanya ingin mengembalikan ini, tadi-", sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, Jinhwan memojokkan aku bersandar ke pintunya. Tanpa basa basi diciumnya bibirku. 

Aku bingung, entah apa yang harus kulakukan, menamparnya? Tapi bibir moist itu terus bergerak perlahan di bibirku. Memaksa masuk, bibir tipis itu persis rasanya seperti bibir yang biasanya selalu menciumku. Aku tak kuasa berlama-lama mengabaikannya, kubalas ciuman Jinhwan. Dia pencium yang hebat. Pagutan bibir dan liuk lidahnya di antara hela tipis nafasnya membuatku ingin lebih, tanganku pun menggerayangi tengkuknya. Jinhwan semakin eratkan tubuhnya padaku. Dia remas lembut dadaku, lalu menghentikan ciumannya. Dia tatap mataku dalam-dalam, melihat bagaimana aku bereaksi.

"Jinhwan.. Aku.. Sudah punya pacar", aku menyerah, tidak berontak atas apa yang telah dia lakukan, tapi aku harus menghentikan ini.

"Min Yoongi. Ketua tim basket kampus, pacarnya anak direktur kampus. Kau pikir aku tidak tau tentang kalian..", wawasannya benar.

"Jadi, mari kita lihat apa aku bisa mendapatkan lebih dari yang bisa ketua tim basket itu dapatkan", Jinhwan menyunggingkan senyum liciknya. 

Jinhwan lalu menggendongku masuk ke kamarnya. Dilucutinya pakaianku, lalu pakaiannya sendiri. Aku diam, karena aku pun ingin tahu, apa dia bisa memberiku lebih dari yang bisa kudapatkan dari Yoongi.

Fever



Tittle: Fever
Author: dongwoonsbride 
Published: Nov 2nd, 2015
Genre: mature, romance 
Cast: Jimin, Aku
Genre: mature, romance
Lenght: ~220 words

**
"Chagi, belum tidur?", Jimin menyusulku yg sudah sejak tadi berada di atas ranjang. Tanpa peduli handuknya yang melorot nyaris memamerkan kejantanannya, dia terus mendekat. Matanya yang pipih mengerling, lidahnya dijelajahkan membasahi bibir luarnya.
"Jimin, jangan menindihku, aku masih sakit..", aku merengek, berharap dia mengerti aku sedang tidak ingin dipakai karena sudah dua hari ini badanku demam.

 "Ya ampun.. Badanmu masih panas, chagi..", Jimin mendaratkan telapak tangannya di dahiku, di leherku, lalu di tengah dadaku. Kemudian dengan hanya menggunakan telunjuk dia lalu menjulurkan jarinya ke bawah, dari belah dada terus turun sesuai garis tubuhku, melewati pusarku, hingga menyentuh sesuatu yang kecil.
"Jimin..stop..", aku berusaha untuk tidak merengek karena aku tau itu justru akan membangkitkan libidonya. Tapi nihil jika dia menyentuhku di bagian itu. Terlambat. Aku merengek.

 Jimin melemparkan handuknya, dengan sangat cepat kemudian menelanjangi tubuh bawahku. Dia menancapkannya dalam dalam tanpa peduli padaku yang belum begitu lembap, sehingga pasti dia pun merasakan kulit-kulit kesat dalamku yang dia koyak paksa. Dalam tiga hentakan dia masuk. Aku menggigit bibir bawahku, menahan sedikit perih. Jimin tarik dan lesakkan lagi miliknya sampai tubuhku tidak lagi berontak karena diluluhkan iramanya.
"Aku suntik ya..cepat sembuh, chagi ", suaranya yang lembut dikumandangkan di telingaku di sela-sela desahannya.

 "Iya.. aku sembuh, chagi..", entah dia mendengar racauku atau tidak, terlalu banyak desahan juga keluar dari mulutku.

Dirty Angle



Tittle: Dirty Angle
Author: dongwoonsbride
Published: Nov 6th, 2015
Genre: mature
Cast: Taehyung, Namjoon, Nana After School




Sudah lima menit Nana berdiri bersimpuh di kedua kakinya, lututnya mulai sakit, tapi rasa gemasnya tak sedikit pun luntur, dengan lembut dia belai kejantanan Taehyung yang sudah hampir penuh. Kuku-kukunya yang dilapisi taburan diamond nail art ungu menari-nari di seluruh batang Taehyung. Nana memandangi ujung benda itu, ingin dia masukkan tapi tidak ke mulutnya seperti selama ini dia lakukan. Nana mendapati dirinya sudah basah, kedua buah dadanya sudah mengeras dan ujungnya menegang. Tapi dia tidak mungkin melakukan lebih pada muridnya itu, Taehyung hanya suka dimanjakan dengan cara itu. 

Nana menghenyakkan pertikaian antara hasrat dan akal sehatnya, dikulumnya lagi benda itu. Taehyung mendesis, membuat Nana mendongak. Taehyung juga mendongak sehingga terlihat jelaslah leher dan dagunya dari bawah oleh Nana. Nana semakin terangsang, dilumatnya kejantanan Taehyung dan dielusnya semakin cepat. Semakin cepat, semakin cepat, Taehyung mengaduh, mendesah, seakan minta ampun, namun tangannya menjambak rambut Nana, mengiringi irama kepala Nana yang memanjakannya.

Benda itu menhantami langit langit mulut atas Nana. Tidak ada rasa, hambar, yang Nana rasa hanya begitu gemas.

"Ah.. Bu.. To..long..", Taehyung memohon sambil tetap menengadah.

Nana mempercepat gerakannya sampai akhirnya fili-fili lidahnya tersentuh cairan gurih kesat. Taehyung mengejang beberapa kali, memuntahkan sangat banyak, menyudahi dahaga di kerongkongan Nana. Nana terpejam, dia menelan banyak, namun mulutnya tidak bisa menampung semuanya. Taehyung membebaskan diri, dan menatap Nana, wanita itu tampak sexy dengan tetesan cairannya di dagunya. Tapi Taehyung sudah selesai, segera dia masukkan batangnya dan memasang benar kembali celananya.

"Terima kasih, Bu..", Taehyung lalu menenteng ranselnya dan meninggalkan Nana sendirian di ruang kelas itu.

"Selesaikan hyung, Bu Nana lebih suka murid pintar sepertimu", ucap Taehyung di depan kelas itu sambil menepuk pundak Namjoon.

Namjoon masuk ke kelas itu, melakukan apa yang harusnya Taehyung selesaikan. Nana sudah telanjang bulat, ingin segera menyudahi letupan hasratnya. Meski sesungguhnya yang dia inginkan adalah Taehyung, orang yang memulai semua permainan ini.

He's My Birthday Boy



Tittle  : He's My Birthday Boy
Author: dongwoonsbride
Published: Nov 22nd 2015
Genre: mature, marriage life, angst
Cast  : Woozi, Yoongi, CL, Aku

(Special fanfiction for Seventeen Woozi's birthday)


Pagi ini kuawali dengan menyiapkan bekal untuk putraku, seperti hari hari lainnya. Tapi hari ini berbeda, aku melakukannya dengan sedikit rasa sesak di dada dan mati matian menahan air mataku agar tidak jatuh. Putraku, Woozi, berulang tahun ke 6 hari ini. Aku dan suamiku, Yoongi, sudah memberinya kecupan dan cake ulang tahun tadi malam sebelum dia tidur. Saat itu senyum terulas lebar di wajahnya. Dua lengkung sabit terbalik juga terbentuk di bawah dahinya. Ini kali pertama dia berulang tahun denganku dan aku sangat bahagia melihatnya. Namun pagi ini hal itu sirna, bukan dari wajah Woozi dan Yoongi, namun hanya dari wajahku.
Aku memindahkan puding bunga matahari dari cetakan ke kotak bekalnya.

"Mama flanya simpan di botol dulu saja, nanti aku akan menuangkannya sendiri", celetuk Woozi dengan kelereng matanya terus mengamati gerak tanganku.

Aku menuruti permintaannya.

Satu per satu aku masukkan bekal makan dan minumannya ke dalam tas merahnya yang sudah lebih dulu berisi sabun, handuk, dan pakaian. Woozi turun melompat dari kursinya. Membelakangiku mempasrahkan dirinya untuk menerima beban tas di punggungnya. Keceriaan tidak sedikit pun pudar dari wajahnya, intonasi suaranya pun meletup-letup ceria.

"Mama, ayo kita selca!", serunya tiba tiba.

"Eh?".

Dia menarikku untuk berjongkok di sampingnya, mensejajarkan wajah kami dan menyentuh tombol kamera di smartphone nya saat potret kami dirasa sudah bagus.

"Nanti akan kuceritakan pada ibu bahwa aku punya mama yang cantik! Yang bisa bikin macam macam puding, kucing biru, dan bunga matahari! Ya, Ma?!", dia berseru lagi.
Kali ini aku lepaskan genggamannya di jemariku, aku berdiri dan menutup mukaku, tak sanggup lagi menahan tangis. Yoongi segera memelukku, membelai punggungku dan memblokade tubuhku agar Woozi tidak mendengar sesenggukanku.

"He's mine..", aku berbisik merengek dalam pelukannya.

"Iya, sayang, dia punyamu. Sebentar saja, kami akan kembali lagi", Yoongi berbisik menenangkanku.

Tadi malam sebelum kami tidur, Yoongi bilang akan membawa Woozi bermain di wahana air bersama Siel, mantan istrinya, ibu kandung Woozi. Aku menangis, sangat mengerikan membayangkan dua orang lelaki yang paling aku cintai bersama wanita lain, terutama wanita itu adalah masa lalu mereka. Aku takut dia akan merebut mereka lagi dari ku. Namun bagaimana pun juga, Siel adalah ibu kandung Woozi, dia berhak sepenuhnya atas Woozi. Butuh bermenit menit bagi Yoongi untuk menenangkan dan meyakinkan aku bahwa ini akan baik baik saja. Mereka butuh waktu dan momen bersama saat Woozi ulang tahun, dan aku tidak pantas mencegahnya. Yoongi menenangkan aku dengan sx yang sangat hangat. Pandangan teduhnya dan sentuhan lembutnya mampu meluluhkanku, hanya sampai pagi ini. Mungkin aku tidak bisa setegar yang Yoongi inginkan.

"Mama, kenapa menangis..?", Woozi menarik narik bajuku dan tersenyum masam.

"Sayang.. Aku menangis bahagia..kau sudah besar sekarang..!", aku mempatpat kepalanya dan tersenyum menyembunyikan kegundahanku.
Woozi mengecup hidungku, lalu jemari kecilnya menghapus basahan air mata di pipiku.

"Mama pengen ikut ya..?", dia masih cemberut.

"Ngga sayang, ada yang harus kulakukan di sini. Ayo", aku mengecup kedua pipinya, lalu dahinya. Yoongi menarikku berdiri lalu mencium bibirku hangat dan dalam.

Bel pintu kami berdering, itu pasti Siel. Benar saja, saat kubukakan pintu, tampaklah wanita cantik itu. Matanya yang mirip Yoongi dibalur eyeliner menyudut tajam, bibirnya yang juga seperti milik Yoongi dikelir perona pink tipis tipis. Siel sangat keren, tidak sepertiku, rambutnya perak panjang bergelombang dan jaket kulit yang dia pakai pun serempak dengan yang dipakai Yoongi.

"My birthday boy! Let's go!", Siel lalu menggendong Woozi dan membawa dua lelakiku pergi bersamanya.

Senin, 14 Desember 2015

Snow on Your Dark Grey Shawl pt.1





Tittle   : Snow on Your Dark Grey Shawl pt.1
Author: dongwoonsbride
Published: Dec 11th 2015
Genre : mature, marriage life
Cast    : Jimin, Aku


Syal kelabu sudah kukalungkan di lehernya. Purna lah tugasku mempersiapkan suami mudaku berangkat bekerja pagi ini. Suami muda, karena dia memang masih enam tahun lebih muda dariku. Ini sangat berat, dadaku sesak, Jimin sangat tampan, aku enggan melepasnya untuk bekerja. Tapi dia harus. Topi bertuliskan World dan kacamata hitam juga jadi pelengkap busananya pagi ini.

"Chagi, apa aku tampan?", Jimin bertanya dengan suara imutnya.

"Tentu", jawabku singkat.

Udara sangat dingin beberapa hari ini, jadi syal kelabu itu kuharap bisa menghangatkannya. Jimin mengangkat travel bag nya lalu membuka pintu. Kami bisa melihat salju turun tipis tipis di luar sana. Dia mundur kembali selangkah, lalu menutup pintu dan berbalik. Dilepaskannya topi dan kaca matanya juga, lalu syal yang belum lima menit kukalungkan padanya.

"Aku tidak mau berangkat. Di luar sangat dingin. Aku mau di sini saja. Hangat", ucapnya.

Suamiku itu lalu berjalan melewatiku dan menghempaskan tubuhnya ke sofa. Sikapnya yang begini bukan baru saja debut. Sudah dua tahun dia menikahiku dan selalu saja di cuaca yang dingin, mood nya untuk bekerja bisa timbul tenggelam sesukanya.

Aku hirau, membongkar isi travel bag nya dan mengembalikan bento dan minuman yang dibawanya ke lemari es. Seperti hari hari lampau saat moodnya yang ini datang, dia akan tidur di sofa hingga sore, hingga cuaca menghangat, tapi kali ini tidak.

"Kalau memang aku tampan, apa kau mau bercinta denganku sekarang? Karena kau mengiyakan saat kutanya apa aku tampan, aku jadi ingin menyetubuhimu", ucapnya berbelit-belit.

Aku bengong, kami saling tatap. Matanya yang pipih dikedip kedipkan lebih dulu untuk mengakhiri aksi saling pandang kami.

"Kau cuma perlu bilang 'sx?', Jimin..", aku menjawab singkat sesuai kebiasaan kami lalu kembali sibuk membongkar isi travel bag nya.

"Yah! Kau ini..! Aku menikahimu bukan cuma untuk tidur denganmu!, dia membentak, tapi suaranya tetap imut, aku kaget, tapi juga luluh.

Aku menghentikan kegiatanku, lalu mendekatinya. Kubuka jaketnya hingga lengannya terpamerkan karena dia hanya memakai kaos hitam tanpa lengan. Kuusap bibirnya dengan ibu jariku sembari kutatap lekat pada matanya. Kukalungkan tanganku ke lehernya. Jimin memelukku di pinggang untuk menopang tubuhku.

"Jimin-ah.. Maaf.. ", aku merajuk, dia diam.kubenamkan kepalaku di lehernya, lalu mulai membuat hisapan kecil di sana. Tangannya yang tadinya di pinggangku, mulai bergerak turun, menyelinap ke dalam rokku, dan menyentuh bagian tubuhku yang masih kesat. Jimin selipkan jarinya ke dalam kewanitaankum, bermain main sebentar di sana hingga aku semakin basah, lalu disentakkan jarinya itu masuk. Aku melenguh.

"Aku cinta kamu", suaranya yang lembut seperti madu merasuk halus ke dalam telingaku.

Snow on Your Dark Grey Shawl pt.2 (End)



Tittle   : Snow on Your Dark Grey Shawl pt.2 (End)

Author: dongwoonsbride
Published: Dec 13th 2015
Genre : mature, romance, marriage life, angst
Cast    : Park Jimin, Aku



Aku tidak tahu harus menjawab apa saat mendengar Park Jimin membisikkan kalimat cinta di telingaku. Aku hanya bisa menikmati merasakan jari jarinya bermain di dalam liang kewanitaanku. Aku tidak tahu apa selama 2 tahun ini aku mencintai Jimin, atau kenapa Jimin mencintaiku, yang aku tahu Jimin hebat dalam bercinta, dan aku suka itu. Satu jari lagi dia tambahkan lagi masuk ke dalamku. Aku mendesis, bisakah dia menghentikannya sekarang dan menggantinya dengan yang lebih layak, kumohon. Tapi aku tidak memohon apapun. Pikiranku disibukkan dengan protesnya tadi. Protes tentang bagaimana aku melalui pernikahan kami hanya sebagai ajang bersetubuh. Aku tidak mencintai Park Jimin mungkin benar. Aku tergila-gila pada tubuhnya. Pernikahan ini dingin. Park Jimin selalu masuk setidaknya tiga kali dalam sepekan dan tentu saja itu selalu panas. Aku ingin kehangatan.


"Jimin, aku ingin punya anak", aku menarik lepas tiga jarinya keluar lalu melenguh karena ternyata itu membuatku orgasme dan beberapa tetes cairanku membasahi lantai kayu ruang tamu kami.

"Apa kau bilang?!", Jimin terkejut, wajahnya yang tadinya sangat mesum kini berubah memandangiku heran.

Pra seks kami berakhir, aku merusaknya. Aku mendorong mundur Park Jimin, membenahi pakaianku, lalu pergi ke kamar mandi untuk membasuh tubuhku. Jimin masih heran namun lebih memilih diam tidak mengejarku dan membersihkan jari jarinya dari hasil fingering kami tadi.

Sepuluh menit kemudian aku keluar dari kamar mandi. Jimin tampak mengemasi barang baràngnya yang tadi sudah kukeluarkan. Jadi dia memutuskan untuk berangkat bekerja. Sebuah getaran dari smartphone nya mengiringi foto manager nya tampak di layarnya. Karena aku berdiri lebih dekat dari smartphone itu, aku segera meraihnya, Jimin hendak merampasnya dariku, tapi terlambat.

"Oppa..?"
"Ah, kau.. Di mana Jimin? Kita harus segera berangkat"
"Iya, Oppa, maaf, dia akan segera tiba di sana".

Percakapan selesai. Aku dan Jimin masih saling bungkam. Atmosfer kami jadi kikuk sejak kejadian tadi. Jimin melewatiku begitu saja menuju pintu. Tidak ada kecupan di dahi, atau pelukan hangat. Aku segera mengejarnya, lalu kutarik belakang coatnya. Dia berbalik, lalu menyentakku, "Apa lagi?! Sejin sudah menelponku! Kau tahu sendiri kan.. Aku.. bisa terlambat..".

Aku meraih syal kelabunya dan mengalungkannya lagi di lehernya. Kurapikan rambutnya lalu kupakaikan lagi topi World nya. Suaranya melunak saat aku melakukannya. Aku hendak memakaikan kacamatanya juga tapi dia merampasnya dariku, dan meletakkan travel bag nya. Jimin memelukku, lalu mencium bibirku, sebuah kiss yang hangat, bukan popo. Aku bisa merasakan cinta dari permainan lidahnya dan bibirnya yang seperti irisan buah plum itu. Jimin suamiku, aku mencintaimu, aku hanya sedang labil, karena aku jemu menunggu.

"Maaf, tunggulah 3 tahun lagi, setelah kontrakku dengan Bangtan berakhir, kita bisa punya anak. Aku ingin selalu bisa bersamamu saat kau hamil. Aku sangat sibuk sekarang, jadi benar benar tidak bisa. Maukah kau menunggu? Kumohon jangan pergi", Jimin berkata sangat lirih sambil menatapku. Dia menahan tangisnya. 

Aku diam, entah harus menjawab apa. Selama 2 tahun ini aku sangat lelah menunggu. Aku menepikan keinginanku demi mimpi mimpi Jimin, hingga semakin hari cintaku pada Jimin semakin meragukan. Aku merasa sangat mencintainya kadang, tapi lebih sering tidak. Aku suka suara Jimin tertawa, aku sering bermimpi seorang anak laki laki memiliki tawa yang sama dengan dia bermain bersamaku, tapi tidak pernah kuceritakan padanya.

"Jimin, aku tidak bisa", jawabku.

Jimin melepaskan peluknya. Dia langsung berbalik dan pergi keluar. Salju turun semakin deras, beberapa butirannya menetesi syal kelabunya. Dari kejauhan bisa kulihat pipinya yang basah dia benamkan dalam syalnya. Jimin menangis. Aku tidak tahu kapan dia akan kembali, jadwalnya sangat padat bulan ini. Jadi mungkin aku baru akan mengajukan surat ceraiku bulan depan.

Senin, 07 Desember 2015

House of Beast



Tittle: House of Beast
Author: dongwoonsbride
Published: Dec 7th, 2015
Genre: romance, violence, thriller
Cast: Juhyung, Shinhye, Beast


Shinhye mempoutkan kedua bibirnya sembari memandangi genangan air di depannya. Sejak pagi tadi hujan tak kunjung berhenti. Meskipun tidak deras, tapi hujan ini bisa membuat sehari penuh di sekolah menjadi kelabu. Shinhye hanya ingin segera pulang, mandi air hangat, lalu tidur. Tapi kekasihnya belum juga datang menjemputnya. Shinhye ingin menangis kesal, tapi dia gengsi jika Junhyung, kekasihnya, tau kalau dia menangis, pasti Junhyung akan semakin meledeknya.

Tidak terlalu sering Junhyung menjemput Shinhye dari sekolahnya. Junhyung sangat sibuk, pekerjaannya sebagai fashion stylist sebuah manajemen artis mengharuskan ia selalu kesana kemari sesuai di mana artisnya tampil. Bahkan tidak jarang Junhyung harus meninggalkan Seoul selama berhari hari. Tapi siang ini berbeda, hujan pertama di musim gugur, jadi Junhyung bilang dia ingin menghabiskan waktunya bersama Shinhye. Namun seiring dia menunggu dan mengamati bumi di sekitarnya, dia berencana akan merengek saja pada Junhyung nanti untuk membatalkannya. Hari ini terlalu gloomy untuk bermain di luar.

Shinhye adalah siswa tingkat akhir sekolah tinggi seni pertunjukan. Dia juga seorang model. Shinhye bertemu Junhyung di sebuah pemotretan majalah dua tahun yang lalu. Beberapa minggu setelahnya, Junhyung mengajaknya pacaran. Tentu saja Shinhye menerimanya. Siapa yang bisa menolaknya. Junhyung sangat tampan dan juga kaya. Apartemennya bagus dan semua barangnya bermerk, bahkan anjing peliharaannya pun ras terpilih. Kadang Shinhye heran kenapa Junhyung tidak jadi anggota boyband saja, Beast misalnya, toh suaranya tidak buruk. Tapi memang passion Junhyung adalah di fashion, jadi dia memilih menjadi fashion stylist bagi Beast, walaupun manajemen Beast pernah menawarinya menjadi rapper untuk boyband itu.

'Saas saas', sebuah mobil SUV hitam mendekat dan berhenti di depan Shinhye. Shinhye bersungut, segera membuka pintu jok depan dan masuk ke dalamnya tanpa sempat si pengemudi turun membukakan pintu untuknya. Junhyung yang ada di bangku kemudi hanya tersenyum, dia tau pacarnya ngambek karena terlalu lama menunggu. Tanpa interaksi apapun antara keduanya, mobil itu melaju, melalui tol demi tol di Seoul, lalu berbelok di jalan yang lebih kecil di suatu desa.

"Kita mau kemana..?", Shinhye akhirnya buka suara. Dia sedikit panik, jalanan yang mereka lalui mulai sepi. Hanya ada beberapa rumah, dan ladang ladang yang luas.

"Kan aku sudah bilang, aku ingin menghabiskan waktu bersamamu. Sebelum daun memerah dan gugur, sebelum salju turun. Aku ingin mengajakmu ke hutan. Ada hutan bagus di dekat sini, dekat sekolah dasarkku dulu..", Junhyung sangat bersemangat merinci rencananya.

"Apa?! Hutan?! Kau sudah gila ya?!", Shinhye mendelik, matanya yang lebar semakin lebar lagi, seolah dia itu orang India, bukan Korea.

"Sayang.. Ini hanya hutan kecil di belakang sekolahku dulu.. Tidak lebat, tidak ada binatang buas.. Percayalah, hutan ini cantik. Seperti kamu", Junhyung menggombal, dan mencubit hidung Shinhye agar gombalannya tampak semakin natural.

Bodoh nya, dengan hanya begitu, Shinhye luluh. Dia diam, dan mukanya bersemu merah. Di benaknya sontak terbayang hutan kecil yang hijau, dengan banyak kupu kupu biru berterbangan. Berkas berkas cahaya matahari sore masuk melalui sela sela dahan pohonnya yang masih basah setelah diguyur hujan. Lalu di tengahnya ada padang rumput kecil di mana Shinhye ingin bermain gelembung sabun di bawah langit sore nya yang persik jingga.

"Sudah sampai", ucap Junhyung membuyarkan lamunan Shinhye.
Shinhye bergidik, mereka berhenti di depan bangunan tua sebuah sekolah yang terbengkalai. Junhyung mengajak Shinhye keluar menyusulnya, digenggamnya tangan Shinhye dan dituntunnya menapaki jalan kecil di samping bangunan itu. Shinhye tampak ragu, namun Junhyung menarik dan menenangkannya.

"Jangan takut.. Tidak ada apapun di sini.. Yayasan sekolah ku hanya memindahkan gedungnya ke gedung baru yang bergaya lebih modern. Tidak ada pembunuhan, tidak ada cerita horor. Lagipula kan ada aku..", Junhyung menggombal lagi, kali ini diakhiri dengan kecupan di leher Shinhye, agar tampak lebih natural.

Mereka sampai di bekas sebuah kolam renang. Cat dasarnya yang biru mulai terkelupas dan dipenuhi lumut. Beberapa sulur tanan merambat dan rumput liar juga tumbuh di sana. Junhyung melompat turun, lalu menjulurkan tangan pada Shinhye sebagai isyarat agar Shinhye mengikutinya. Lutut Shinhye semakin lemas. Apanya yang bagus, area ini tampak seperti situs perkara pembunuhan bagi Shinhye.

"Shinhye-ah.. Come! Palli!", Junhyung berteriak ceria. Dia tau Shinhye ketakutan, tapi apa yang akan Shinhye liat setelahnya pasti akan membuat Shinhye senang.
Alih alih melompat, Shinhye memilih menuruni tangga renang masuk ke bekas kolam renang itu. Junhyung menuntunnya lagi, mereka menyebrangi kolam renang itu dan naik lagi melalui sisi lainnya. Ada sebuah matras di tengah kolam renang itu, Shinhye memandanginya heran, tapi pikirannya segera teralihkan karena Junhyung mulai berlari kecil masuk ke dalam hutan.

"Lihat..! Bagus kan..!", Junhyung berseru antusias.

Shinhye terperangah, tempat itu persis seperti apa yang ada di dalam benaknya. Hutan kecil yang hijau, dengan banyak kupu kupu biru berterbangan. Berkas berkas cahaya matahari sore masuk melalui sela sela dahan pohonnya yang masih basah setelah diguyur hujan. Lalu di tengahnya ada padang rumput kecil di mana langit sore nya paduan persik dan jingga.

Mereka berhenti di tengah padang rumput kecil itu. Junhyung duduk, lalu menarik Shinhye agar duduk di sampingnya.

"Oppa..ini..cantik sekali..", Shinhye memandangi Junhyung, hampir menangis haru jika saja Junhyung tidak meremas pipinya untuk mencegah genangan air di matanya jatuh.

"666 hari yang lalu aku menyatakan perasaanku padamu. Aku mencintaimu Shinhye. Aku berencana menikahimu tahun depan. Itu pun kalau kamu mau..", Junhyung gugup, dia ucapkan lamarannya tanpa memandang Shinhye.

Shinhye langsung merangkulnya dan menangis sesenggukan. Lalu mereka tertawa. Saling menggelitik, dan bercanda disertai jawaban Shinhye "iya, aku mau" berulang-ulang. Mereka bergulingan di rerumputan, Hingga akhirnya tawa itu memudar, lalu Junhyung membuka pembicaraan lagi.

"Shinhye, kau tau apa yang belum kita punyai selama hampir dua tahun ini?", tanyanya. Mereka tidur telentang di atas rumput, tanpa peduli bajunya sedikit basah. Kepala Shinhye menjadikan lengan kanan Junhyung sebagai bantal. Keduanya menatap lagi.

"Apa itu Oppa?", Shinhye mengalihkan tatapannya pada Junhyung.

Junhyung menoleh, mengamati setiap inchi wajah Shinhye. Itu membuat Shinhye gugup, tidak pernah dia berada sedekat ini dengan Junhyung. Ingin rasanya dia lumat bibir Junhyung yang berbentuk seperti daun waru, tapi tidak mungkin, dia bukan tipe cewek yang agresif.

"Sex. Shinhye, kita belum pernah sekalipun melakukannya", bisik Junhyung.

Shinhye tidak terkejut, dia tau benar apa yang selama ini mereka belum pernah miliki. Shinhye pernah bilang bahwa dia belum pernah melakukannya sekalipun dan akan menyimpannya untuk pria yang tepat. Sekarang di pikiran dan perasaannya, Junhyung lah pria yang tepat itu.

"Oppa, ayo kita lakukan", jawabnya lirih. Libidonya sudah tidak bisa dibendung lagi. Pertahanannya runtuh.

Junhyung melumat bibir Shinhye. Desahan dan erangan Shinhye memenuhi atmosfer itu. Tak peduli langit yang mulai kelabu, keduanya telanjang. Lalu bersetubuh penuh asmara. Shinhye tak lagi suci, rasa perih terkoyaknya selaputnya hanya dia rasakan sepersekian detik, lalu nyaman menjalari tubuhnya. Junhyung sangat perkasa, tapi juga gentle, Shinhye dibuatnya larut dalam lembut dan nikmat yang tiada tara. Setiap dorongannya dirasa Shinhye seperti energi baru, tapi juga energi yang lenyap begitu saja sehingga dia ingin asupan energi itu tidak ada hentinya. Shinhye lemas, tapi dia tidak ingin berhenti, dia ingin Junhyung terus merajai nya.

"Sayang, aku..", ucapan Junhyung terpotong, dia sudah sampai pada nikmatnya.

Mereka berdua mengejang, lalu merasakan hangat bersamaan. Terengah-engah, Shinhye menatap purnama penuh tepat di atas kepalanya.

"Oppa.. Kita bercinta di bawah bulan..", nafasnya masih tersengal.

Belum sempat Shinhye mengambil nafas selanjutnya, sebuah batu menghantam kepalanya. Berkali kali, hingga akhirnya pandangannya meremang. Senyum Junhyung terekam sebagai memori terakhirnya.

"Hyung..!Kau berhasil lagi!", Dongwoon bersorak sambil tepuk tangan keluar dari balik pepohonan, disusul Dujun, Gikwang, Yoseop, lalu Hyunseung, yang semuanya tertawa riang.
"Sudah, cepat kita bawa ke sekolah untuk Master sebelum darahnya membeku", ucap Dujun.

Hyunseung menarik rambut Shinhye yang masih dibasahi darah lalu menyeret mayatnya menuju gedung sekolah tua.

"Satu perawan untuk satu album yang sukses, hyung", Dongwoon menepuk pundak Junhyung.

"Ah,kalian ini..lain kali suruh Gikwang yang melakukannya. Sekarang ini semakin susah menemukan perawan", sungut Junhyung sembari memakai pakaiannya kembali.

How Now



Tittle: How Now

Author: dongwoonsbride

Published: Dec 1st, 2015

Genre: romance, violence, angst

Cast: Jungkook, aku




Bukan suatu keanehan lagi mendapati Jungkook di tengah kekacauan rumah kami yang dia buat sendiri. Tidak jauh darinya, perabot kami berserakan, sebuah cermin besar luluh lantak, pecahannya berada tidak jauh dari tangannya. Goresan luka yang mengucurkan darah segar tertoreh di pipi kirinya. Dia menyakiti dirinya lagi. Kebiasaan mingguan yang dia punyai sejak aku meninggalkannya dan menikah dengan pria lain. Sudah hampir 4 bulan kejadian ini berulang terus. Dia akan selalu dengan mudah bangkit lagi lalu secepat kilat terpuruk kembali dalam hidupnya yang nestapa kehilangan aku. Aku lelah, Jungkook, sungguh, aku lelah.


Aku menghampirinya, menatap balas pada mata hitamnya yang cantik. Seperti jamrud hitam legam berkilau dibasahi air, ingin aku congkel saja mata itu keluar dari tengkoraknya. Aku berjongkok di depannya, menjulurnya pengecapku pada luka di pipi atasnya. Kental darah segarnya menyentuh fili fili lidahku. Aku menyesapnya, menyedot sebanyak mungkin darah Jungkook dari sobekan itu, hingga luka itu memucat, dan tak ada lagi darah menetes dari sana. Jungkook gemetar, menahan perih saat aku menyedot lukanya, dia dudukkan tubuhku di atas pangkuannya. Aku suka darah Jungkook, merah dan manis. Aku suka semua cairan dari tubuhnya, air mata, dan spermanya.

"Jangan pergi lagi..", Jungkook merintih. Alih alih iba, aku terangsang.

Bergegas aku telanjangi diriku, lalu membiarkan Jungkook melakukan apa yang seharusnya sudah tidak boleh dia lakukan. Jungkook yang terlihat lemah seperti ini adalah favoritku. Kubiarkan dia merajai setiap inchi tubuhku, hingga secara otomatis tidak ada sehelai benang pun menghalangi kontak antarkulit kami. 

Aku bergerak liar, mengantar kami hingga ke langit dan Jungkook melepaskan semuanya. Sudah. Sesimple itu saja. Selalu. Setelah itu Jungkook akan membiarkan aku pergi sampai pekan depan dia mengamuk dan aku akan kembali lagi, untuk menenangkannya dengan persetubuhan yang nikmat.

Tapi tidak kali ini, entah setan apa yang merasukiku, aku menginginkan Jungkook lagi. Hari ini dia sangat tampan. Aku ingin menyetubuhinya, lagi dan lagi.

Kuraih pecahan kaca, kulukai lengannya sedikit. Jungkook terkejut dan mengaduh singkat. Suaranya sangat sexy, jadi aku lakukan lagi, kali ini sayatan yang lebih besar dan dalam. Jungkook menjerit lagi. Tapi dia pasrah.

Aku suka Jungkook, aku suka erangannya, jeritan, dan aduhnya, jadi kubenamkan pecahan kaca itu ke perut dan dadanya berkali kali. Jungkook muntah darah, tapi matanya tak pernah lepas menatapku. Mata hitam yang dipenuhi cinta. Aku suka Jungkook, ini seperti bercinta, aku amat bergairah melihatnya. Lalu dari mata itu mengalirlah air matanya, jadi kutusukkan pecahan kaca itu ke kedua matanya. Hancur. Berkali kali, dan aku suka mata Jungkook yang indah hancur. Dia hanya terbatuk sambil memuncratkan darah dari mulutnya. Aku suka merah, darah merah Jungkook, jadi aku tusuk lehernya berkali kali. Jungkook mengejang, lalu diam, dan menghilang.

Aku berdiri, mengamati Jungkook dalam genangan darahnya dan dagingnya yang tercabik cabik. Aku suka Jungkook, tidak sadarkah dia bahwa aku sangat menyukainya seperti ini. Tapi dia sudah tidak ada lagi sekarang. Bagaimana aku bisa hidup tanpa Jungkook.

Senin, 16 November 2015

Underneath The Stars (Prolog)


Tittle: Underneath The Stars (Prolog)
Author: dongwoonsbride
Published: Oct 22, 2015
Genre: gay romance, friendship, angst 
Cast: Jimin, Yoongi, Taehyung
Lenght: ~ 247 words
Based on my true story

Entah kapan Jimin mulai mengenal Yoongi. Mungkin karena dulu Yoongi tidak begitu spesial bagi Jimin. Salah satu yang Jimin ingat, Yoongi selalu di sana saat Jimin sedang berdua bersama Taehyung, kekasihnya saat itu. Yoongi adalah salah seorang sahabat dari Taehyung. Yoongi selalu mengutamakan Jimin meskipun Jimin selalu mengutamakan Taehyung. Di suatu jamuan di malam yang hangat di mana mereka bisa melihat bintang di langit, Yoongi memastikan Jimin nyaman, dan duduk di sampingnya, sementara Jimin menggenggam tangan orang lain. Yoongi tidak pernah menyakiti sahabatnya, memberi Jimin waktu jika dia sedang ingin sendiri, dan menyiapkan pundak jika Jimin ingin bersandar. Dia mengagumi Jimin, mengekor setiap kepositifan Jimin, bahkan melampauinya. Tidak peduli seberapa pun Jimin mencibirnya, Yoongi selalu konsisten pada prinsipnya. Namun tidak seluruh bagian dari seorang manusia adalah positif. Seperti saat ini, mungkin Yoongi mulai jengah, dia meniru semua yang ada pada diri Jimin, termasuk kenegatifannya. Jimin terlampau angkuh, keji, tanpa ampun, terhadap rasa cinta pada orang yang dia nilai rendah. Jimin mulai mencintai Yoongi. Hal yang tabu bagi seluruh gabungan etika hati, pikiran, maupun jasadnya. Karena itu Jimin kelu, dingin, acuh, dan menghempaskan Yoongi begitu saja. Tidak seluruh bagian dari Yoongi yang sanggup menerima itu. Lebih buruk lagi, Jimin menyiksa dirinya sendiri, akibat bertahan pada pilihan untuk merajakan rasa gengsinya. Mungkin cinta tidak akan mempersatukan keduanya, kecuali Jimin mau mengalah. Datang merajuk pada Yoongi, meluluhlantakkan keangkuhannya untuk sekedar datang dan tersenyum kembali pada Yoongi. Yoongi menunggu hari yang ajaib itu datang, persis seperti yang Jimin juga sedang lakukan.

Steak


Title: Steak 
Author: dongwoonsbride
2nd Published: Jun 3, 2015 
Genre: violence, canibal
Characters: Yoongi, Jimin, Aku 
Length: ~ 300 words 


"Ayo makan malam biar cepat sembuh", Yoongi menarik lenganku, memaksa tubuhku beranjak dari meja kerja di kamar kami. 

"Aku memasakkan makan malam untukmu. Habiskan walau tidak seenak masakan Jin", dia memaksaku duduk sebelum mengambil tempat duduknya sendiri di seberangku. 

Aku membuka tudung sajinya. Steak. 

"Steak?", aku baru tau Yoongi bisa memasak steak. 

Jujur saja ini terlihat menggiurkan. Aromanya membuatku ingin segera melahapnya. Kuraih pisau dan garpu, kutancapkan dan kuiris daging merah kecoklatan itu. Rasanya familiar saat bersentuhan dengan lidahku. Lagi dan lagi, aku lupa kalau aku sedang sakit. Ini seperti bercinta, nafsu makanku menggebu. Yoongi hebat. 

"Sayang, ini sangat enak.. Kau dapat resepnya dari Jin?", aku seakan pulih, antusias akan masakan kekasihku. 

"Enak kan.. Itu daging Jimin. Sisanya masih kusimpan di lemari es. Darahnya sudah kutampung di bathtub. Kita bisa mandi bersama setelah kau selesai makan", Yoongi menjelaskan tanpa memandangku, menyibukkan dirinya dengan hidangannya sendiri. 

Aku kelu. Bergidik memandanginya memasukkan potongan-potongan daging Jimin ke mulutnya, seperti yang kulakukan beberapa detik yang lalu. Aku ingin muntah, tentu tidak di sini, tapi aku terlalu takut untuk pergi ke wastafel di kamar mandi kami. 

"Kenapa berhenti? Ayo habiskan", dia peras potongan kecil jeruk nipis ke atas steaknya, menancapkan garpunya, mengiris-irisnya, lalu menyuapi mulutnya sendiri dengan potongan kecil daging Jimin. 

Aku melakukan hal yang sama. Kini rasanya anyir. Geligiku gemetar mengunyahnnya. Fili-fili lidahku enggan membantunya masuk ke kerongkonganku. Tubuhku berontak, kembali sakit, kali ini lebih parah. Tapi aku harus bertahan, jika tidak ingin berakhir seperti Jimin. Suapan demi suapan terasa seperti penyiksaan, dengan pandanganku tertuju pada lemari es kami di belakang Yoongi, pintunya sedikit terbuka, darah menetes dari sela-selanya, aku terus mengunyah. 

"Kalau kau tidak suka, besok aku akan mengganti menu kita dengan daging Hoseok, atau daging Taehyung, atau siapapun yang pernah kau cumbui", Yoongi menyeka bibirnya dengan serbet makan, menyudahi makan malamnya yang terlihat mengenyangkan.